Kudengar kautelah bahagia bersama pilihanmu. Bahagia
bersama pilihanmu? Apakah kamu tidak mendapat kebahagiaan bersamaku? Dan...
katanya lagi, kamu telah menemukan dirimu dan duniamu bersama dalam diri
kekasih barumu. Betulahkah? Memangnya kalau bersamaku kautidak mendapatkan
kedua hal itu?
Aku masih ingat bagaimana kita berusaha untuk saling
mengucap kata pisah dan berusaha saling melupakan. Aku tak butuh waktu lama
untuk menghempaskan dan membunuh penjahat bodoh seperti kamu. Tapi... kamu? Aku
sangat yakin bahwa kamu harus jungkir-balik dan berusaha dengan keras untuk
mengendalikan amukan perasaanmu. Aku sangat tahu bahwa kamu belum benar-benar
melupakanku, kamu belum benar-benar menghapus aku dalam sistem kerja otakmu.
Sebenarnya... aku masih menjadi duniamu, dan kamu adalah gravitasi yang terus-menerus
menahanku, hingga aku bosan dan jera pada perlakuan bodohmu.
Jangan berpikir bahwa aku terluka. Jangan sengaja
mempersepsikan bahwa aku tak bisa mendapatkan pengganti yang lebih baik darimu.
Aku tidak sebodoh kamu. Karena seorang "dalang" harus lebih pintar
dari "wayangnya". Karena seorang "pemilik" harus lebih
pandai daripada "bonekanya". Menyenangkan bukan? Kita bermain di
panggung yang sama, berganti-ganti peran sesukanya, berganti-ganti topeng
semaunya.
Kamu adalah "boneka" yang mudah kuatur dan
kuhempaskan. Kamu adalah "mainan" yang bisa kumanfaatkan sesuka dan
semauku. Kalau kaupikir kaulah yang telah mempermainkanku, maka kau kembali
menafsirkan hal yang salah. Kamu adalah salah satu "boneka" terbodoh
yang pernah aku miliki. Salah satu? Ya... salah satu! Aku punya banyak
"mainan" seperti kamu, namun diantara mereka tak ada yang sebodoh dan
sebanyak gaya kamu.
Kamu sudah punya "pemilik baru" ya? Tentu saja "pemilik barumu" sama bodohnya seperti kamu. Kamu tahu pernyataan tentang orang yang memiliki harus memberi pada yang tak memiliki? Begitu juga aku, aku harus memberi "mainan lama" untuk "pemilik baru", kalian sama, sama bodohnya!
Kamu sudah punya "pemilik baru" ya? Tentu saja "pemilik barumu" sama bodohnya seperti kamu. Kamu tahu pernyataan tentang orang yang memiliki harus memberi pada yang tak memiliki? Begitu juga aku, aku harus memberi "mainan lama" untuk "pemilik baru", kalian sama, sama bodohnya!
Rasanya sangat aneh kalau kaumerasa jauh lebih pintar
daripada aku. Rasanya sangat menjijikan kalau kaumerasa lebih dewasa daripada
aku. Kamu tak punya hak untuk mengatur dan menata hidupku! Kamu hanyalah
"boneka" yang kucari ketika aku bosan dengan kebisingan dunia.
Karena... sebenarnya... aku tidak berbohong jika aku berkata bahwa dalam dirimu
aku menemukan ketenangan tersendiri. Dalam sepaket tawa renyahmu, aku temukan
air mata yang selalu berubah menjadi tawa. Dalam aliran hening suaramu, ada
bahagia yang tiba-tiba berdecak dalam getaran waktu. Dan... di dalammu, aku
merasakan semua itu.
Memang aku sedikit menyesal ketika kita memutuskan
untuk saling pisah dan saling mencari kebahagiaan masing-masing. Aku sedikit
khawatir, apakah kamu-yang-selalu-berkata-mencintaiku akan menemukan
kebahagiaan baru melebihi kebahagiaan yang kuberikan padamu? Aku takut jika dinginnya
dunia membuatmu menggigil. Aku takut jika kerasnya dunia menyiksa batinmu yang
terlalu sering disakiti itu.
Tapi... Ya sudahlah! Semua telah berlalu. Aku telah
melepas rantai yang sempat membuat kakimu terjerat. Aku telah menghancurkan
tembok yang menjadikan duniamu memiliki banyak sekat. Aku telah melepasmu agar
kamu mampu mencari kebahagiaanmu sendiri, dan berhenti menjadi
"mainan" yang selalu membahagiakanku meskipun luka tersayat
pelan-pelan di hatimu.
Sekarang,
kamu sudah bersama "pemilik baru", walaupun aku tahu dia mungkin tak
sebaik aku, tapi berusahalah kuat dengan apapun yang terlihat baru di matamu,
yang baru dan berbeda tak selamanya berarti keburukan. Kini... kaubisa bebas
melakukan apapun tanpa batasan yang kuberikan untukmu. Kini... kaubisa miliki
duniamu seutuhnya. Kulepaskan tali penggerak tubuhmu dan nikmatilah
kebebasanmu.
Untuk "mainan lama" yang telah memiliki
"pemilik baru", semoga hanya aku yang mengerti cara menggerakkan
tubuhmu. Semoga hanya aku yang mampu membaca kebohongan di matamu.
karya : dwitasari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar