Senin, 08 Juli 2013

Pemikiran, membunuh karaktermu


Cinta, yaaa....itulah 5 huruf menjadi satu kata yang pernah dirasakan oleh semua orang. Semua orang pernah merasakan jatuh cinta, dan pernah merasakan bagaimana dicinta oleh seseorang yang dikasihinya. Tetapi yang dipertanyakan disini adalah; mengapa Tuhan mengirimkan seseorang kepada kita yang sangat bertolak belakang dengan kita?? Apakah ini yang dinamakan CINTA. Aku tak tahu yang kutahu pasti itulah “dia” dia dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
Ketika kita menjalin hubungan pacaran dengan seseorang yang kita rasa tepat untuk kita , apakah salah kalau kita menjalani semua ini secara bersama. “apapun alasannya saat engkau bertemu dengannya”.
Aku tidak tahu bagaimana harus mengekspesikan semuanya, apakah aku harus menunjukkan bahwa aku benar-benar mencintainya. Atau apakah aku harus diam “cuek” seakan tidak menerima kehadirannya. Disinilah yang disebut pemikiran membunuh karaktermu sendiri.

MR A menjadi nyata


Ketika duduk di sekolah menengah pertama, disanalah aku mulai mengenal cinta. Cinta yang ku kenal saat itu hanyalah cinta monyet “kata orang lain”. Tepatnya saat aku duduk di kelas 3 sekolah menengah pertama, aku mengenal seorang pria yang belom pernahku temui. Sebut saja inisialnya mr.A. Dia pria yang kukenal memalui teman dekatku pas kelas 3.
Awalnya temen ku yang mengenalkannnya yang memulai untuk menghubunginnya melalui pesan singkat mengunakan hpku. Aku hanya melanjutkan keisengan temanku yang mulai meng_sms_nya duluan.

Sabtu, 06 Juli 2013

Cinta Tak Butuh Pengorbanan


Saya masih mengurusi luka yang tergores beberapa minggu yang lalu. Luka yang saya obati sendiri, dengan jemari saya sendiri, dengan perjuangan sendiri. Di hidup ini, harus ada yang datang dan pergi, agar saya paham arti singgah dan menetap. Di hidup ini, harus ada yang tinggal dan menghilang, agar saya tahu yang terbaik pastilah yang tetap tinggal dan tidak akan menghilang; kecuali jika Tuhan mengizinkan "kehilangan".

Saya tak tahu bahwa kebodohan saya bisa begitu berlipat ganda. Saya tak yakin jika ini semua saya lakukan karena saya mencintai dia. Rasanya sangat sulit melupakan sosok yang saya harapkan tetap tinggal tapi ternyata dia pergi. Sungguh sangat berat menghilangkan seseorang yang saya kira akan menetap tapi pada akhirnya dia pergi. Saya, sebagai manusia biasa, hanya bisa berharap pada setiap pertemuan, dan berdoa agar perpisahan tak cepat-cepat merenggut dia dari genggaman saya. Sebagai manusia yang serba terbatas, saya hanya mampu menjaga, saya tak tahu kapan ia akan pergi, kapan dia akan meninggalkan saya.

Inikah Rasanya Jarak?


Jarak sejauh ini tak mampu membuat kita berbuat dan bergerak lebih banyak. Seakan-akan aku dan kamu tak punya ruang untuk saling  bersentuhan juga saling menatap. Rasanya menyakitkan jika keterbatasanku dan keterbatasanmu menjadi penyebab kita tak banyak tahu dan tak banyak bertemu. Setiap hari, kita menahan rindu yang semakin menggebu dan tak mereda. Inikah cara cinta menyiksa? Melalui jarak ratusan kilometer?

Aku menghela napas, membayangkan jika kamu bisa terus berada di sampingku dan merasakan yang juga kurasakan. Maka mungkin tak akan ada air mata ketika hanya tulisan dan suara yang bisa menguatkan kita. Maka tentu saja tak akan ada ucapan rindu berkali-kali yang terlontar dari bibir kita, ketika perasaan itu semakin membabibuta.

Empat Minggu Setelah Kepergian Kamu


Aku menulis ini ketika aku sadar tak akan ada yang bisa dikembalikan seperti dulu lagi. Aku menulis ini ketika aku berpikir bahwa di sana kamu pasti telah menemukan seseorang yang baru. Seseorang yang bisa mencintaimu, memahamimu, dan mengerti keinginanmu lebih baik daripada aku. Rendahnya kepekaanku dan tingginya keegoisanku membuat kamu pergi dan menjauh. Seandainya, bisa kuputar kembali waktu, aku tidak akan membiarkanmu pergi dan akan menahanmu sampai Tuhan bosan melihat usahaku.

Aku mulai mencintaimu, mulai membiasakan diri akan kehadiranmu, dan mulai percaya yang kaurasakan juga adalah cinta. Setiap kausapa aku, setiap kaurangkul tubuhku, setiap tatap matamu menyentuh hangat tatap mataku, dan setiap genggaman jemarimu mengisi celah-celah kecil jemariku; aku percaya ini cinta. Dulu, aku tak takut mengartikan kata-katamu dan segala kalimat-kalimat manis itu adalah salah satu respon bahwa kaujuga punya perasaan yang sama. Beberapa minggu yang lalu, aku begitu percaya diri dan begitu memercayai bahwa kamu hanya memiliki aku; aku satu-satunya di hatimu. Namun, ternyata, aku pun bisa salah. Salah mengartikan isyarat yang kauberikan. Harusnya aku menyadari bahwa terlalu tinggi jika mengharapkan kamu berada di sisiku, terlalu mimpi jika menginginkan kamu menjadikanku pertama dalam hatimu, dan terlalu tolol menganggap perhatianmu yang ternyata tak hanya diberikan untukku.

Bukan kisah yang terlalu penting


Aku  masih merasakan sesak yang sama. Aku tahu bahwa pada akhirnya aku akan sesedih ini, aku berusaha menghindari air mata sekuat yang aku bisa. Tapi, kautahu, aku adalah wanita paling tidak kuat menahan kesedihan. Kamu mendengar ceritaku tentang pria itu kan? Aku selalu bercerita padamu tentang dia. Seberapa dalamnya perasaanku, seberapa kuat cinta makin menerkamku, dan seberapa hebat senyumnya bisa begitu meneguhkan langkahku.

Kamu tentu tahu seberapa dalam perasaanku padanya dan betapa aku takut perbedaan aku dan dia menjadi jurang. Aku tak pernah memikirkan perpisahan selama ini, tapi ternyata hal yang begitu tak ingin kupikirkan pada akhirnya terpaksa masuk otakku. Aku dan dia tak lagi seperti dulu. Sapaannya tak lagi sehangat dulu, senyumnya tak lagi semanis dulu, dan tawanya tak lagi serenyah dulu. Aku tak tahu perubahan macam apa yang membuat sosok pria itu begitu berbeda.

Jika dari awal aku tak mengenalmu 


Akhirnya, aku sampai di tahap ini. Posisi yang sebenarnya tak pernah kubayangkan. Aku terhempas begitu jauh dan jatuh terlalu dalam. Kukira langkahku sudah benar. Kupikir anggapanku adalah segalanya. Aku salah, menyerah adalah jawaban yang kupilih; meskipun sebenarnya aku masih ingin memperjuangkan kamu.

Aku terpaksa berhenti karena tugasku untuk mencintaimu kini telah menjadi tugas barunya. Hari-hariku yang tiba-tiba kosong dan berbeda ternyata cukup membawa rasa tertekan. Mungkin, ini berlebihan. Tentu saja kaupikir ini sangat berlebihan karena kamu tak ada dalam posisiku, kamu tak merasakan sesaknya jadi aku.

Jika aku punya kemampuan membaca matamu dan mengerti isi otakmu, mungkin aku tak akan mempertahankan kamu sejauh ini. Jika aku cukup cerdas menilai bahwa perhatianmu bukanlah hal yang terlalu spesial, mungkin sudah dari dulu kita tak saling kenal. Aku terburu-buru mengartikan segala perhatian dan ucapanmu adalah wujud terselubung dari cinta. Bukankah ketika jatuh cinta, setiap orang selalu menganggap segala hal yang biasa terasa begitu spesial dan manis? Aku pernah merasakan fase itu. Aku juga manusia biasa. Kuharap kamu memahami dan menyadari. Aku berhak merasa bahagia karena membaca pesan singkatmu disela-sela dingin malamku. Aku boleh tersenyum karena detak jantungku tak beraturan ketika kamu memberi sedikit kecupan meskipun hanya berbentuk tulisan.

Jangan Tunggu Aku!


“Tuhan mau aku mengenal orang yang salah sebelum aku temukan orang yang tepat untukku.”
            
            “Jadi, kita sampai disini?” Tanyaku lagi, untuk memastikan.
            “Ya, aku sudah memilih, dan orang itu bukan kamu.” Jawabnya singkat, dadaku sesak.
            “Kenapa?” Aku masih bertanya, dengan tangis yang ditahan ditenggorokan, perih.
            “Karena aku lebih dulu mengenalnya dan kamu tidak lebih baik dari dia.” Jawabnya seadanya, sedapatnya.
            “Tapi, aku sayang sama kamu, maksudku apa kamu memikirkan perasaan aku?” Ucapku tertunduk, nafasku sesak.
            “Untuk apa memikirkan perasaan seseorang yang baru berkenalan denganku? Ah, kamu ini terlalu idiot buat bicara tentang cinta. Kita cuma saling tertarik dan terbawa situasi. Itu aja kok! Kamu yang membuat semuanya bermasalah!” Bentaknya kasar, aku terdiam.
            “Aku selalu gagal untuk mengerti kamu dan aku selalu sulit untuk mengetahui jalan pikirmu, tapi apa kamu pernah sadar bahwa aku masih berusaha untuk sepadan denganmu?”
Dengan tatapan gusar, dia berjalan ke arahku, tiba-tiba saja lengannya sudah berada dipundakku, pelukan yang sama dari lengan yang sama, lengannya, “Jangan kamu kira aku tidak terluka, sebenarnya aku mencintaimu dengan susah payah, nyatanya aku juga terluka, tapi aku harus memilih, Dear. Jangan kira aku akan mudah melupakan kamu.”

Yang aku perjuangkan, yang kau abaikan


Setiap orang punya kisahnya masing-masing. Dalam kisahnya, ia harus berjuang, berdiam dan menunggu  pun juga adalah bagian dari perjuangan. Menunggu. Itulah yang selama ini kulakukan, sebagai wujud dari perasaanku yang entah mengapa masih ingin memperjuangkanmu.

Aku tahu, setiap malamku selalu kuisi dengan kenangan dan ingatan. Kenyataan yang harus kuterima, kautak ada di sampingku, entah untuk menenangkan sedihku dan merangkul kesepianku. Dengan sikapmu yang tidak peka seperti itu, mengapa aku masih ingin memperjuangmu? Aku tak tahu, jadi jangan tanyakan padaku mengapa aku juga bisa mencintaimu dengan cinta yang tak benar-benar kupahami.

Jumat, 05 Juli 2013

Cinta Butuh Komitmen?


Cinta, 1 kata 5 huruf ini adalah kata yang melekat dalam kehidupan sehari-hari kita. Terkadang nyata, terkadang absurd. Terkadang terungkap melalui kata, terkadang terkunci oleh tatapan mata. Siapa yang mampu mendefinisikan cinta sebenarnya? Apakah cinta melulu soal perhatian? Apakah cinta selalu tentang penafsiran tak berdasar logika? Apakah cinta hanyalah dongeng yang meninabobokan khayalan semalaman?

Orang bilang, selogis-logisnya cinta, ia tetap menjadikan logika sebagai yang kedua, yang pertama: KEGILAAN. Cinta dan kegilaan punya kesamaan, sama-sama tak pasti, sama-sama tak punya teori. Oleh sebab ketidakpastian inilah yang menyebabkan cinta butuh komitmen. Dalam definisi umum, komitmen adalah memikul resiko dan konsekuensi dari keputusan tanpa mengeluh, dan menjalaninya dengan sebagai bagian dari kehidupan yang terus berproses. Komitmen jelas berbeda dengan perjanjian, karena perjanjian berdekatan dengan pengikaran, sedangkan komitmen berdekatan dengan perjuangan.

Untuk “Mainan Lama” yang telah menemukan "pemilik baru"


Kudengar kautelah bahagia bersama pilihanmu. Bahagia bersama pilihanmu? Apakah kamu tidak mendapat kebahagiaan bersamaku? Dan... katanya lagi, kamu telah menemukan dirimu dan duniamu bersama dalam diri kekasih barumu. Betulahkah? Memangnya kalau bersamaku kautidak mendapatkan kedua hal itu?

Aku masih ingat bagaimana kita berusaha untuk saling mengucap kata pisah dan berusaha saling melupakan. Aku tak butuh waktu lama untuk menghempaskan dan membunuh penjahat bodoh seperti kamu. Tapi... kamu? Aku sangat yakin bahwa kamu harus jungkir-balik dan berusaha dengan keras untuk mengendalikan amukan perasaanmu. Aku sangat tahu bahwa kamu belum benar-benar melupakanku, kamu belum benar-benar menghapus aku dalam sistem kerja otakmu. Sebenarnya... aku masih menjadi duniamu, dan kamu adalah gravitasi yang terus-menerus menahanku, hingga aku bosan dan jera pada perlakuan bodohmu.

Sampai Kapan Kita Bisa Bersama?


Akhir-akhir ini aku sulit tidur. Bukan banyak pikiran, hanya ada beberapa hal yang harus aku kerjakan. Salah satu hal yang membuatku rela tidak tidur hingga subuh ya, karena mendengar suaramu di ujung telepon, hingga suara azan subuh menggema di masing-masing kota kita. Mendengar suara dan saling tertawa; itulah yang biasa kita lakukan, di samping membaca pesan singkat yang kautuliskan dengan rapi, dengan huruf dan tanda baca yang penuh intonasi. Dalam jarak sejauh ini, tak banyak hal yang bisa kita lakukan, selain menulis dan mendengar; bukan bersentuhan. Padahal, tahukah kamu tulisan dan suara yang terdengar di ujung handphone sungguh jauh berbeda dengan pertemuan nyata? Iya, tidak akan kubahas lagi, aku selalu hapal nasihatmu ketika aku mengungkit soal ini, "Sabar." katamu dengan suara parau, "Kita bisa lewati ini."

Kita terus berjuang dan melewati yang memang tak pernah kita minta untuk terjadi. Seperti takdir, dia datang bagai pencuri, tanpa laporan dan ucapan permisi datang menghampiri. Ini bukan salahku, juga bukan salahmu. Aku dan kamu sudah tahu yang harus kita hadapi, lalu pantaskah mengeluh? Tidak. Sejauh ini perjuangan kita memang tidak sia-sia, belum sia-sia (lebih tepatnya). Apa kaumembaca nada ketidakyakinan? Manusiawi jika manusia punya rasa tak yakin, karena seluruh yang terjadi di kolong langit ini memang penuh ketidakpastian.

PERKENALAN BODOH TAPI INDAH


Ini adalah hari dimana aku berkumpul dengan mereka. Tak tau apa yang kami lakukan tapi yang kutahu pasti mereka memberi tahu seseorang yang jauh disana untuk dikenalkan denganku. Akupun menerima begitu saja tanpa kutahu pasti seseorang yang disana baik atau tidak untukku.
Dan salah seorang temannku memeberikan alamat sosial medianya kepadaku, dan aku tidak terlalu peduli saat itu. Karena ku pikir ini hanya untuk kesenangan semata. Sehari beralu dan seminggpun berjalan begitu cepat. Ntah proses perkenalan apa yang ku lakukan dengan seseorang itu sampai terasa begitu dekat walaupun waktu yang singkat saat berkenalan melalui sosial media.

Mungkin, aku terlalu berharap banyak


Rasanya semua terjadi begitu cepat, kita berkenalan lalu tiba-tiba merasakan perasaan yang aneh. Setiap hari rasanya berbeda dan tak lagi sama. Kamu hadir membawa banyak perubahan dalam hari-hariku. Hitam dan putih menjadi lebih berwarna ketika sosokmu hadir mengisi ruang-ruang kosong di hatiku. Tak ada percakapan yang biasa, seakan-akan semua terasa begitu ajaib dan luar biasa. Entahlah, perasaan ini bertumbuh melebihi batas yang kutahu.

Aku menjadi takut kehilangan kamu. Siksaan datang bertubi-tubi ketika tubuhmu tidak berada di sampingku. Kamu seperti mengendalikan otak dan hatiku, ada sebab yang tak kumengerti sedikitpun. Aku sulit jauh darimu, aku membutuhkanmu seperti aku butuh udara. Napasku akan tercekat jika sosokmu hilang dari pandangan mata. Salahkah jika kamu selalu kunomorsatukan?

Tapi... entah mengapa sikapmu tidak seperti sikapku. Perhatianmu tak sedalam perhatianku. Tatapan matamu tak setajam tatapan mataku. Adakah kesalahan di antara aku dan kamu? Apakah kamu tak merasakan yang juga aku rasakan?

Kamu mungkin belum terlalu paham dengan perasaanku, karena kamu memang tak pernah sibuk memikirkanku. Berdosakah jika aku seringkali menjatuhkan air mata untukmu? Aku selalu kehilangan kamu, dan kamu juga selalu pergi tanpa meminta izin. Meminta izin? Memangnya aku siapa? Kekasihmu? Bodoh! Tolol! Hadir dalam mimpimu pun aku sudah bersyukur, apalagi bisa jadi milikmu seutuhnya. Mungkinkah? Bisakah?

Janjimu terlalu banyak, hingga aku lupa menghitung mana saja yang belum kamu tepati. Begitu sering kamu menyakiti, tapi kumaafkan lagi berkali-kali. Lihatlah aku yang hanya bisa terdiam dan membisu. Pandanglah aku yang mencintaimu dengan tulus namun kau hempaskan dengan begitu bulus. Seberapa tidak pentingkah aku? Apakah aku hanyalah persimpangan jalan yang selalu kau abaikan – juga kautinggalkan?

SELAMAT ULANG TAHUN , KAMU


Aku tahu, kamu tak akan mungkin membaca ini. Dengan segala daya dan upayaku, aku juga tak akan mungkin mampu membuatmu membaca tulisan aneh ini. Jelas saja aneh. Tulisan ini dibuat oleh seorang wanita yang bahkan tak benar-benar mengenalmu. Barisan paragraf ini diutarakan oleh seorang perempuan yang baru sekali saja menatap matamu. Tapi, mungkin, jika keajaiban membuatmu bisa membaca tulisan ini, aku hanya ingin bilang; tolong jangan tertawa membaca setiap kalimatnya. Di sini, aku menjadi diriku yang sebrnarnya tak pernah kaukenal. Dalam tulisanku, aku mengundang kamu masuk, membiarkan kamu abadi dalam setiap abjad dan kalimat. Mari kita mulai perjalanan ini.

Perkenalan kita terjadi tak dengan tatapan mata ataupun jabatan tangan. Aku sering melihatmu di layar kaca. Senyummu membawa sesuatu yang berbeda dalam hari-hariku. Kamu menjelma menjadi sosok yang sangat penting, yang tak ingin kulewati setiap berita dan kabarnya. Aku memang meletakkan perhatianku sepenuhnya untukmu dan kamu memang selalu berhasil merenggut rasa penasaranku. Kutunggu kamu dalam setiap acara televisi. Kunikmati caramu berkomentar di berbagai media. Kucumbu kamu dalam bayang-bayang semu.Di mimpiku, kamu begitu nyata dan bernyawa, bisa kusentuh dan kugenggam jemarinya. Dalam bayangan, kamu bisa kubentuk menjadi sosok yang hangat, yang tak akan pergi dan terus kutahan di sini— hatiku.

"Cinta butuh waktu untuk bisa kita rasakan."


           Senyumnya adalah bagian yang paling kuhapal. Setiap hari kunikmati senyum itu sebagai salah satu pasokan energiku. Kali ini pun tetap sama, ketika kupandangi ia yang sedang menulis sesuatu di kertasnya. Matanya sesekali mengarah padaku, ia menyimpulkan senyum itu lagi.
            Aku yang sedang menggambar sketsa wajahnya, memerhatikan setiap lekuk pahatan tangan Tuhan. Detail wajahnya tak kulewati seinci pun. Hidungnya yang tak terlalu mancung, pipi dan rahang yang tegas, dan bentuk bibirnya yang mencuri perhatian siapapun saat menatap lengkungan senyum itu. Aku penggemarnya, seseorang yang mencintainya tanpa banyak ucap, namun dengan tindakan yang nyata.
            Secara terang-terangan, aku tak pernah bilang cinta, namun selalu kutunjukkan rasa. Entah lewat sentuhan, perhatian, dan caraku membangun percakapan. Aku mencintainya. Terlalu mencintainya. Sampai-sampai aku tak sadar bahwa kedekatan kita semakin tak terkendalikan, meskipun semua singkat, tapi rasanya cinta begitu terburu-buru mengetuk pintu hatiku.
            Di sebuah taman, tempat kami biasa bertemu, tempat kami biasa melakukan hal sederhana yang begitu kami cintai. Ia menulis tentangku. Aku menggambar sosoknya. Setelah karya kami sama-sama selesai, kami saling menukar hasil jemari kami.
            Tulisannya yang indah dan gambarku yang sederhana sama-sama menyumbangkan senyum di bibirku dan bibirnya. Betapa kami sangat bahagia cukup dengan seperti. Betapa cara sederhana bisa membuat aku dan dia merasa tak butuh apa-apa lagi, selain kebersamaan dan takut akan rasa kehilangan.
   

Selasa, 02 Juli 2013

MENGAPA KORUPSI SULIT DI BERANTAS

Pertanyaan tersebut menghinggapi banyak kalangan sampai saat ini. Berbagai komentar dari  berbagai kalangan baik dari pejabat, politisi, hukum dan akademisi setiap hari menghiasi mulai dari media cetak sampai online. Akan tetapi seolah pemerintah bergeming dan pemberantasan korupsi seolah berjalan di tempat.
Apa yang salah dengan dengan sistem yang ada dan mengapa korupsi jadi sedemikian sulit diberantas. Saya berpikir ada beberapa kondisi yang menyebabkan ini masih terjadi.

1. Kepemimpinan

2. Kesejahteraan

            Kepemimpinan memegang peranan penting dalam pemberantasan korupsi. Akan tetapi kalau kita melihat para pemimpin yang pernah memimpin negara ini sepintas adalah para pemimpin yang mumpuni dan punya kualitas untuk bisa memberantas korupsi. Akan tetapi ternyata sampai hari ini dan telah melewati orde reformasi korupsi belum bisa diberantas.

MENGAPA KASUS BANK CENTURY SULIT DI BRANTAS??

Kasus Bank Century dimulai dengan jatuhnya bank ini akibat penyalahgunaan dana nasabah yang digerakkan oleh pemilik Bank Century beserta keluarganya. Mencuatnya kasus Bank Century menjadi sangat menarik ketika mengetahui kelanjutan jatuhnya bank ini. Tidak salah lagi, respons pemerintah begitu luar biasa hingga bersedia melakukan bail out melalui pengucuran dana triliunan rupiah.
Menurut Sri Mulyani, Menteri Keuangan kala itu, bail out dana Century dilakukan guna menghindari jatuhnya dunia perbankan di Indonesia akibat hilangnya kepercayaan nasabah serta investor kepada beberapa bank di Indonesia. Yang membuat upaya bail out tersebut bermasalah tiada lain status Bank Century kala itu tidak memiliki likuiditas memadai.

Kronologi Kasus Bank Century
Seperti halnya kasus-kasus lain, penegak hukum Indonesia memang identik dengan langkah penyelesaian yang lamban. Tidak terkecuali, penanganan kasus Bank Century. Bahkan, hingga awal 2012, kasus Bank Century belum mampu diselesaikan. Hal itulah yang membuat kasus Bank Century selalu menjadi pembicaraan hangat di beberapa media massa, media elektronik maupun media cetak. Bagaimanapun, kasus Bank Century lagi-lagi telah “berhasil” menjatuhkan citra beberapa lembaga hukum di Indonesia. Sebut saja, KPK, POLRI, serta DPR. Lantas, sebenarnya bagaimana cerita awal bergulirnya kasus Bank Century yang seolah tak kunjung usai ini? Adakah alasan penting yang membuat Bank Century wajib dibantu oleh pihak pemerintah?
Untuk menjawab rasa penasaran Anda, berikut ini merupakan kronologis bergulirnya kasus Bank Century.