Cinta, 1 kata 5 huruf ini adalah
kata yang melekat dalam kehidupan sehari-hari kita. Terkadang nyata, terkadang
absurd. Terkadang terungkap melalui kata, terkadang terkunci oleh tatapan mata.
Siapa yang mampu mendefinisikan cinta sebenarnya? Apakah cinta melulu soal
perhatian? Apakah cinta selalu tentang penafsiran tak berdasar logika? Apakah
cinta hanyalah dongeng yang meninabobokan khayalan semalaman?
Orang bilang, selogis-logisnya
cinta, ia tetap menjadikan logika sebagai yang kedua, yang pertama: KEGILAAN.
Cinta dan kegilaan punya kesamaan, sama-sama tak pasti, sama-sama tak punya
teori. Oleh sebab ketidakpastian inilah yang menyebabkan cinta butuh komitmen.
Dalam definisi umum, komitmen adalah memikul resiko dan konsekuensi dari
keputusan tanpa mengeluh, dan menjalaninya dengan sebagai bagian dari kehidupan
yang terus berproses. Komitmen jelas berbeda dengan perjanjian, karena
perjanjian berdekatan dengan pengikaran, sedangkan komitmen berdekatan dengan
perjuangan.
Cinta butuh komitmen? Jelas! Segala
hal yang serius dan butuh kepastian juga harus membutuhkan komitmen. Kalau
cinta hanyalah “media” untuk mencari kesenangan sesaat, lebih baik tak usah
bermain-main dengan komitmen. Komitmen bukan candaan, ia adalah “permainan”
yang harus mematuhi aturan. Peraturan tak berarti selalu mengekang, karena
sebenarnya peraturan dibuat untuk merangkul beberapa hal untuk mendisiplinkan
perasaan dan kepekaan. Tidak munafik memang kalau mengatakan komitmen adalah
hal yang sangat berat, karena komitmen butuh PENUNTUTAN, dan cinta juga butuh
penuntutan, menuntut seseorang yang dicintai menjadi pribadi yang lebih baru
dan lebih baik. Komitmen tentu menuntut perubahan, perubahan ke arah yang lebih
baik… bukan ke arah yang buruk. Itu sebabnya ada komitmen, sebagai jaminan
bahwa akan ada perubahan selama seseorang bersama dengan orang yang ia
cintai.
Banyak orang bilang, cinta adalah
sesuatu yang mengalir, tak perlu diatur, tak perlu dikekang, dan tak perlu
perjanjian. Dalam persepsi saya, justru pernyataan itulah yang membuat
seseorang terlihat tidak dewasa. Bagi saya, pernyataan itu adalah pernyataan
yang diucapkan oleh bibir-bibir keangkuhan yang belum siap bertumbuh, mereka
hanya berspekulasi untuk menyelesaikan berbagai masalah yang ada di depannya,
tanpa kesiapan dan tanpa kesigapan. Itulah hal buruk yang bisa terjadi jika
komitmen tak tercipta dalam cinta.
Saat berumur belasan tahun, cinta
seperti permainan monopoli. Mengalir begitu saja, sesuai angka dadu yang
melesat. Itulah sebabnya ada yang disebut cinta pertama, mengalir begitu saja,
dan mata yang buta adalah petunjuk untuk menemukan cahaya. Cinta pertama adalah
cinta yang benar-benar buta, karena yang pertama selalu saja tentang
ketidaktahuan. Saat berumur 20 tahunan dan mulai serius dalam berpacaran, cinta
mulai menemukan tempatnya, cinta mulai menemukan bentuknya. Disinilah komitmen
mulai terbentuk, komitmen pula yang menyebabkan ada iklan “Telephone enggak
pernah! Sms enggak pernah! Aku enggak punya pulsaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!” dari
iklan itu kita bisa menarik kesimpulan, bahwa komitmen mutlak butuh komunikasi.
Saat menikah, komitmen bukan sekedar tentang komunikasi, tapi komitmen
mulai menunjukkan tubuhnya, komitmen mulai menciptakan realita dan kenyataan.
Komitmen dalam pernikahan tidak lagi tentang “Telephone enggak pernah! Sms
enggak pernah! Aku enggak punya pulsaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!” tapi tentang
menghadapi semua yang ada di depan mata setelah seseorang berproses dari umur
belasan tahun hingga sampai pada suatu hubungan yang telah dikuduskan Tuhan,
pernikahan. Saya sempat berpikir bahwa pernikahan adalah “medan” untuk menguji
kedewasaan dan kematangan seseorang, dan sepertinya hal itu memang benar.
Intinya, setiap hubungan mutlak
butuh komitmen. No metter what! Pacaran, temenan, sahabatan, dan pernikahan
bahkan musuhan sekalipun. Komitmen yang membuat segalanya mengalir seperti
kemauan kita, karena melalui komitmen kita mampu mengendalikan semua hal
menjadi lebih baik. Komitmen mengurangi resiko sakit hati, karena komitmen
tentang kepastian bukan omong kosong pahlawan kesiangan. Dalam komitmen, butuh
pengorbanan, pengorbanan yang dilakukan oleh dua pihak. Cinta akan menyakitkan
kalau hanya satu orang yang berkorban dan berjuang sendirian.
Komitmenlah yang membuat setitik air
mata menjadi perubahan yang tidak disangka. Selamat berkomitmen!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar