Jumat, 05 Juli 2013

Cinta Butuh Komitmen?


Cinta, 1 kata 5 huruf ini adalah kata yang melekat dalam kehidupan sehari-hari kita. Terkadang nyata, terkadang absurd. Terkadang terungkap melalui kata, terkadang terkunci oleh tatapan mata. Siapa yang mampu mendefinisikan cinta sebenarnya? Apakah cinta melulu soal perhatian? Apakah cinta selalu tentang penafsiran tak berdasar logika? Apakah cinta hanyalah dongeng yang meninabobokan khayalan semalaman?

Orang bilang, selogis-logisnya cinta, ia tetap menjadikan logika sebagai yang kedua, yang pertama: KEGILAAN. Cinta dan kegilaan punya kesamaan, sama-sama tak pasti, sama-sama tak punya teori. Oleh sebab ketidakpastian inilah yang menyebabkan cinta butuh komitmen. Dalam definisi umum, komitmen adalah memikul resiko dan konsekuensi dari keputusan tanpa mengeluh, dan menjalaninya dengan sebagai bagian dari kehidupan yang terus berproses. Komitmen jelas berbeda dengan perjanjian, karena perjanjian berdekatan dengan pengikaran, sedangkan komitmen berdekatan dengan perjuangan.

Cinta butuh komitmen? Jelas! Segala hal yang serius dan butuh kepastian juga harus membutuhkan komitmen. Kalau cinta hanyalah “media” untuk mencari kesenangan sesaat, lebih baik tak usah bermain-main dengan komitmen. Komitmen bukan candaan, ia adalah “permainan” yang harus mematuhi aturan. Peraturan tak berarti selalu mengekang, karena sebenarnya peraturan dibuat untuk merangkul beberapa hal untuk mendisiplinkan perasaan dan kepekaan. Tidak munafik memang kalau mengatakan komitmen adalah hal yang sangat berat, karena komitmen butuh PENUNTUTAN, dan cinta juga butuh penuntutan, menuntut seseorang yang dicintai menjadi pribadi yang lebih baru dan lebih baik. Komitmen tentu menuntut perubahan, perubahan ke arah yang lebih baik… bukan ke arah yang buruk. Itu sebabnya ada komitmen, sebagai jaminan bahwa akan ada perubahan selama  seseorang bersama dengan orang yang ia cintai.

Banyak orang bilang, cinta adalah sesuatu yang mengalir, tak perlu diatur, tak perlu dikekang, dan tak perlu perjanjian. Dalam persepsi saya, justru pernyataan itulah yang membuat seseorang terlihat tidak dewasa. Bagi saya, pernyataan itu adalah pernyataan yang diucapkan oleh bibir-bibir keangkuhan yang belum siap bertumbuh, mereka hanya berspekulasi untuk menyelesaikan berbagai masalah yang ada di depannya, tanpa kesiapan dan tanpa kesigapan. Itulah hal buruk yang bisa terjadi jika komitmen tak tercipta dalam cinta.

Saat berumur belasan tahun, cinta seperti permainan monopoli. Mengalir begitu saja, sesuai angka dadu yang melesat. Itulah sebabnya ada yang disebut cinta pertama, mengalir begitu saja, dan mata yang buta adalah petunjuk untuk menemukan cahaya. Cinta pertama adalah cinta yang benar-benar buta, karena yang pertama selalu saja tentang ketidaktahuan. Saat berumur 20 tahunan dan mulai serius dalam berpacaran, cinta mulai menemukan tempatnya, cinta mulai menemukan bentuknya. Disinilah komitmen mulai terbentuk, komitmen pula yang menyebabkan ada iklan “Telephone enggak pernah! Sms enggak pernah! Aku enggak punya pulsaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!” dari iklan itu kita bisa menarik kesimpulan, bahwa komitmen mutlak butuh komunikasi. Saat menikah, komitmen bukan sekedar  tentang komunikasi, tapi komitmen mulai menunjukkan tubuhnya, komitmen mulai menciptakan realita dan kenyataan. Komitmen dalam pernikahan tidak lagi tentang “Telephone enggak pernah! Sms enggak pernah! Aku enggak punya pulsaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!” tapi tentang menghadapi semua yang ada di depan mata setelah seseorang berproses dari umur belasan tahun hingga sampai pada suatu hubungan yang telah dikuduskan Tuhan, pernikahan. Saya sempat berpikir bahwa pernikahan adalah “medan” untuk menguji kedewasaan dan kematangan seseorang, dan sepertinya hal itu memang benar.

Intinya, setiap hubungan mutlak butuh komitmen. No metter what! Pacaran, temenan, sahabatan, dan pernikahan bahkan musuhan sekalipun. Komitmen yang membuat segalanya mengalir seperti kemauan kita, karena melalui komitmen kita mampu mengendalikan semua hal menjadi lebih baik. Komitmen mengurangi resiko sakit hati, karena komitmen tentang kepastian bukan omong kosong pahlawan kesiangan. Dalam komitmen, butuh pengorbanan, pengorbanan yang dilakukan oleh dua pihak. Cinta akan menyakitkan kalau hanya satu orang yang berkorban dan berjuang sendirian.

Komitmenlah yang membuat setitik air mata menjadi perubahan yang tidak disangka. Selamat berkomitmen!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar