Aku tahu,
kamu tak akan mungkin membaca ini. Dengan segala daya dan upayaku, aku juga tak
akan mungkin mampu membuatmu membaca tulisan aneh ini. Jelas saja aneh. Tulisan
ini dibuat oleh seorang wanita yang bahkan tak benar-benar mengenalmu. Barisan
paragraf ini diutarakan oleh seorang perempuan yang baru sekali saja menatap
matamu. Tapi, mungkin, jika keajaiban membuatmu bisa membaca tulisan ini, aku
hanya ingin bilang; tolong jangan tertawa membaca setiap kalimatnya. Di sini,
aku menjadi diriku yang sebrnarnya tak pernah kaukenal. Dalam tulisanku, aku
mengundang kamu masuk, membiarkan kamu abadi dalam setiap abjad dan kalimat.
Mari kita mulai perjalanan ini.
Perkenalan
kita terjadi tak dengan tatapan mata ataupun jabatan tangan. Aku sering
melihatmu di layar kaca. Senyummu membawa sesuatu yang berbeda dalam
hari-hariku. Kamu menjelma menjadi sosok yang sangat penting, yang tak ingin
kulewati setiap berita dan kabarnya. Aku memang meletakkan perhatianku
sepenuhnya untukmu dan kamu memang selalu berhasil merenggut rasa penasaranku.
Kutunggu kamu dalam setiap acara televisi. Kunikmati caramu berkomentar di
berbagai media. Kucumbu kamu dalam bayang-bayang semu.Di mimpiku, kamu begitu
nyata dan bernyawa, bisa kusentuh dan kugenggam jemarinya. Dalam bayangan, kamu
bisa kubentuk menjadi sosok yang hangat, yang tak akan pergi dan terus kutahan
di sini— hatiku.
Tuan, apakah
kauingin tahu? Di hatiku, kamu sudah jadi segalanya. Di otakku, kamu menjadi
senyawa yang mengingat dan menjerat. Aku tak tahan lagi hanya sekadar
mengamatimu dari depan layar kaca. Kuputuskan mengejarmu dan kucuri waktu untuk
bisa menemuimu. Sampai pada suatu ketika, kita memang bertemu. Kamu dengan
kemeja putih dan wajah yang bersinar. Kunikmati tubuhmu yang benar-benar
tubuhmu, bukan yang sekadar video bergambar di televisi ataupun youtube. Kucuri
senyummu yang sejak tadi menggantung di bibirmu. Kudekati kamu saat acara usai,
kurasakan sentuhan jemarimu turut menyentuh jemariku. Aku tidak bernapas
rasanya. Pada akhirnya, jemari kita saling menggenggam, walaupun aku harus
berjibaku dengan ratusan orang yang mencintaimu. Sungguh, aku merasa sangat
kecil, terlalu banyak orang yang mencintaimu hingga perhatianku seakan tak
terlihat dan tenggelam.
Setiap
malam, kureka wajahmu dalam angan. Kamu kembali menjadi sosok magis yang tak
mau hilang dari ingatan. Ah, aku menyesali perasaanku sendiri. Aku memang
begini, selalu mencintai banyak hal setengah mati dan ketika benci bisa begitu
sepenuh hati.
Tuan, semoga
kamu tak bosan membaca surat cintaku yang entah keberapa. Surat yang kukirim
tidak ke alamat yang jelas, surat yang tak akan pernah sampai di depan pintu
rumahmu, surat yang tetap hanya akan tertulis; dibaca tanpa digubris.
Di surat
kesekian ini, aku, pengagummu yang pengecut ingin, mengucapkan selamat ulang
tahun. Tetaplah jadi yang istimewa di balik sosokmu yang sederhana. Dan, satu
lagi, tolong jangan tertawa ketika membaca ini; aku mencintaimu.
Untuk orang nomor satu di Jakarta,
sosok yang tak pernah berhenti tersenyum,
sosok yang begitu nyata dalam khayalan saya,
Joko Widodo.
Karya :dwitasary
Tidak ada komentar:
Posting Komentar