Mengapa Koperasi Di Indonesia Tidak Berkembang?
Pasang-surut Koperasi di Indonesia Koperasi di Indonesia dalam
perkembangannya mengalami pasang dan surut. Sebuah pertanyaan sederhana
namun membutuhkan jawaban njelimet, terlontar dari seorang peserta. ?
Mengapa jarang dijumpai ada Koperasi yang bertumbuh menjadi usaha besar
yang menggurita, layaknya pelaku ekonomi lain, yakni swasta
(konglomerat) dan BUMN? Mengapa gerakan ini hanya berkutat dari
persoalan yang satu ke persoalan lain, dan cenderung stagnan alias berjalan di tempat? Mengapa Koperasi sulit berkembang di tengah ?habitat? alamnya di Indonesia?? Inilah sederet pertanyaan yang perlu dijadikan bahan perenungan.Padahal, upaya pemerinta untuk ?memberdayakan? Koperasi seolah tidak pernah habis. Bahkan, bila dinilai, mungkin amat memanjakan. Berbagai paket program bantuan dari pemerintah seperti kredit program: KKop, Kredit Usaha Tani (KUT), pengalihan saham (satu persen) dari perusahaan besar ke Koperasi, skim program KUK dari bank dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang merupakan kredit komersial dari perbankan, juga ?paket program? dari Permodalan Nasional Madani (PNM), terus mengalir untuk memberdayakan gerakan ekonomi kerakyatan ini. Tak hanya bantuan program, ada institusi khusus yangmenangani di luar Dekopin, yaitu Menteri Negara Urusan Koperasi dan PKM (Pengusaha Kecil Menengah), yang seharusnya memacu gerakan ini untuk terus maju. Namun,
kenyataannya, Koperasi masih saja melekat dengan stigma ekonomi marjinal, pelaku
bisnis yang perlu dikasihani, pelaku bisnis ?pupuk bawang?, pelaku bisnis tak
profesional.Masalah tersebut tidak bisa dilepaskan dari substansi Koperasi yang
berhubungan dengan semangat.
persoalan yang satu ke persoalan lain, dan cenderung stagnan alias berjalan di tempat? Mengapa Koperasi sulit berkembang di tengah ?habitat? alamnya di Indonesia?? Inilah sederet pertanyaan yang perlu dijadikan bahan perenungan.Padahal, upaya pemerinta untuk ?memberdayakan? Koperasi seolah tidak pernah habis. Bahkan, bila dinilai, mungkin amat memanjakan. Berbagai paket program bantuan dari pemerintah seperti kredit program: KKop, Kredit Usaha Tani (KUT), pengalihan saham (satu persen) dari perusahaan besar ke Koperasi, skim program KUK dari bank dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang merupakan kredit komersial dari perbankan, juga ?paket program? dari Permodalan Nasional Madani (PNM), terus mengalir untuk memberdayakan gerakan ekonomi kerakyatan ini. Tak hanya bantuan program, ada institusi khusus yangmenangani di luar Dekopin, yaitu Menteri Negara Urusan Koperasi dan PKM (Pengusaha Kecil Menengah), yang seharusnya memacu gerakan ini untuk terus maju. Namun,
kenyataannya, Koperasi masih saja melekat dengan stigma ekonomi marjinal, pelaku
bisnis yang perlu dikasihani, pelaku bisnis ?pupuk bawang?, pelaku bisnis tak
profesional.Masalah tersebut tidak bisa dilepaskan dari substansi Koperasi yang
berhubungan dengan semangat.
Dalam
konteks ini adalah semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Jadi,
bila koperasi dianggap kecil, tidak berperan, dan merupakan kumpulan
serba lemah, itu terjadi karena adanya pola pikir yang menciptakan
demikian.Singkatnya, Koperasi adalah untuk yang kecil-kecil, sementara
yang menengah bahkan besar, untuk kalangan swasta dan BUMN. Di sinilah
terjadinya penciptaan paradigma yang salah. Hal ini mungkin terjadi
akibat gerakan Koperasi terlalu sarat berbagai embel-embel, sehingga ia
seperti orang kerdil yang menggendong sekarung beras di pundaknya.
Koperasi adalah ?badan usaha?, juga ?perkumpulan orang? Termasuk yang
?berwatak sosial?. Definisi yang melekat jadi memberatkan, yakni
?organisasi sosial yang berbisnis? atau ?lembaga ekonomi yang mengemban
fungsi sosial.? Berbagai istilah apa pun yang melekat, sama saja, semua
memberatkan gerakan Koperasi dalam menjalankan visi dan misi bisnisnya.
Mengapa tidak disebut badan usaha misalnya, sama dengan pelaku
ekonomi-bisnis lainnya, yakni kalangan swasta dan BUMN, sehingga
ketiganya memiliki kedudukan dan potensi sejajar. Padahal, persaingan
yang terjadi di lapangan demikian ketat, tak hanya sekadar pembelian
embel-embel. hanya kompetisi ketat semacam itulah yang membuat mereka
bisa menjadi pengusaha besar yang tangguh dan profesional.
Para
pemain ini akan disaring secara alami, mana yang efisien dalam
menjalankan bisnis dan mereka yang akan tetap eksis.Koperasi yang selama
ini diidentikkan dengan hal-hal yang kecil, pinggiran dan akhirnya
menyebabkan fungsinya tidak berjalan optimal. Memang pertumbuhan
Koperasi cukup fantastis, di mana di akhir tahun 1999 hanya berjumlah
52.000-an, maka di akhir tahun 2000 sudah mencapai hampir 90.000-an dan
di tahun 2007 ini terdapat koperasi di Indonesia. Namun, dari jumlah
yang demikian besar itu, kontribusinya bagi pertumbuhan mesin ekonomi
belum terlalu signifikan. Koperasi masih cenderung menempati ekonomi
pinggiran (pemasok dan produksi), lebih dari itu, sudah dikuasai swasta
dan BUMN. Karena itu,tidak aneh bila kontribusi Koperasi terhadap GDP
(gross domestic product) baru sekitar satu sampai dua persen, itu adalah
akibat frame of mind yang salah.Di Indonesia,
beberapa Koperasi sebenarnya sudah bisa dikatakan memiliki unit usaha besar dan
beragam serta tumbuh menjadi raksasa bisnis berskala besar. Beberapa Koperasi telah
tumbuh menjadi konglomerat ekonomi Indonesia, yang tentunya tidak kalah jika
dibandingkan dengan perusahaan swasta atau BUMN yang sudah menggurita, namun
kini banyak yang sakit. Omzet mereka mencapai milyaran rupiah setiap bulan. Konglomerat yang dimaksud di sini memiliki pengertian: Koperasi yang bersangkutan sudah merambah dan menangani berbagai bidang usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak dan merangsek ke berbagai bidang usaha-bisnis komersial.
beberapa Koperasi sebenarnya sudah bisa dikatakan memiliki unit usaha besar dan
beragam serta tumbuh menjadi raksasa bisnis berskala besar. Beberapa Koperasi telah
tumbuh menjadi konglomerat ekonomi Indonesia, yang tentunya tidak kalah jika
dibandingkan dengan perusahaan swasta atau BUMN yang sudah menggurita, namun
kini banyak yang sakit. Omzet mereka mencapai milyaran rupiah setiap bulan. Konglomerat yang dimaksud di sini memiliki pengertian: Koperasi yang bersangkutan sudah merambah dan menangani berbagai bidang usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak dan merangsek ke berbagai bidang usaha-bisnis komersial.