Kamis, 22 Januari 2015

ETIKA DALAM KANTOR AKUNTAN PUBLIK

PENULISAN 2 (TUGAS YANG KE-4 SOFTSKILL)
I.                   ETIKA DALAM KANTOR AKUNTAN PUBLIK
Etika, yang merupakan refleksi atas moralitas, adalah persoalan yang kompleks.  Dalam bidang profesi akuntansi, praktik etika berlangsung baik karena keadaan dimensi individual akuntan maupun dimensi sosialnya. Dalam praktik akuntan publik, secara kolektif tindakan dan perilaku etis akuntan (dan staf profesional di bidang akuntansi) yang bekerja di kantor akuntan publik akan menggambarkan tindakan dan perilaku etis kantor akuntan publik (KAP) sebagai organisasi yang menaungi aktifitas profesionalnya. Sebagai sebuah organisasi bisnis profesional, yang keberadaannya tergantung pada kepercayaan masyarakat, akuntan dan staf profesional di kantor akuntan publik secara taken for granted harus mengedepankan etika. Sehingga dalam praktik di organisasi KAP, akomodasi etika profesi di dalamnya menjadi sesuatu yang sangat penting untuk diperhatikan.
Keberadaan etika profesi dimaksudkan sebagai pemenuhan karakteristik profesionalisme akuntan sebagai sebuah profesi. Tetapi dalam realitasnya tentu individu akuntan dan KAP mempunyai pola-pola tertentu yang unik dalam batasan otonomisnya dalam mempraktikkan etika profesi tersebut. Demikian pula bahwa praktik profesional di kalangan profesi akuntan tidaklah terlepas dan saling mengkait dengan keberadaan dan keadaan berbagai institusi bisnis dan sosial lainnya. Sebagai hasil refleksi atas moralitas, etika dapat berkembang sesuai praksis kehidupan (struktur sosial) yang melingkupi keberadaan diri individu (dan kemudian organisasi). D
Dimensi refleksif dan praksis moral merupakan suatu keterpaduan yang tidak begitu saja dapat dipisahkan. Berbagai konteks refleksi moralitas dalam suatu kehidupan sosial diri akuntan dan para staf profesional, serta juga kehidupan sosial organisasi KAP, akan sangat mungkin berkembang di luar yang telah terkodifikasikan dalam suatu kode etik. Dengan demikian maka praktik etika mempunyai konteks yang luas, di mana ini terjadi meliputi baik pada dimensi individual, organisasional ataupun sosial. Pencermatan atas berbagai konteks yang luas ini merupakan sesuatu yang penting untuk dilakukan.
Akuntan merupakan profesi yang keberadaannya sangat tergantung pada kepercayaan masyarakat. Sebagai sebuah profesi yang kinerjanya diukur dari profesionalismenya, akuntan harus memiliki ketrampilan, pengetahuan dan karakter. Penguasaan ketrampilan dan pengetahuan tidaklah cukup bagi akuntan untuk menjadi profesional. Karakter diri yang dicirikan oleh ada dan tegaknya etika profesi merupakan hal penting yang harus dikuasainya pula.

A.   Etika Bisnis Akuntansi Publik
Etika, yang merupakan refleksi atas moralitas, adalah persoalan yang kompleks.  Dalam bidang profesi akuntansi, praktik etika berlangsung baik karena keadaan dimensi individual akuntan maupun dimensi sosialnya. Dalam praktik akuntan publik, secara kolektif tindakan dan perilaku etis akuntan (dan staf profesional di bidang akuntansi) yang bekerja di kantor akuntan publik akan menggambarkan tindakan dan perilaku etis kantor akuntan publik (KAP) sebagai organisasi yang menaungi aktifitas profesionalnya. Sebagai sebuah organisasi bisnis profesional, yang keberadaannya tergantung pada kepercayaan masyarakat, akuntan dan staf profesional di kantor akuntan publik secara taken for granted harus mengedepankan etika. Sehingga dalam praktik di organisasi KAP, akomodasi etika profesi di dalamnya menjadi sesuatu yang sangat penting untuk diperhatikan. Keberadaan etika profesi dimaksudkan sebagai pemenuhan karakteristik profesionalisme akuntan sebagai sebuah profesi. Tetapi dalam realitasnya tentu individu akuntan dan KAP mempunyai pola-pola tertentu yang unik dalam batasan otonomisnya dalam mempraktikkan etika profesi tersebut. Demikian pula bahwa praktik profesional di kalangan profesi akuntan tidaklah terlepas dan saling mengkait dengan keberadaan dan keadaan berbagai institusi bisnis dan sosial lainnya. Sebagai hasil refleksi atas moralitas, etika dapat berkembang sesuai praksis kehidupan (struktur sosial) yang melingkupi keberadaan diri individu (dan kemudian organisasi). Dimensi refleksif dan praksis moral merupakan suatu keterpaduan yang tidak begitu saja dapat dipisahkan. Berbagai konteks refleksi moralitas dalam suatu kehidupan sosial diri akuntan dan para staf profesional, serta juga kehidupan sosial organisasi KAP, akan sangat mungkin berkembang di luar yang telah terkodifikasikan dalam suatu kode etik. Dengan demikian maka praktik etika mempunyai konteks yang luas, di mana ini terjadi meliputi baik pada dimensi individual, organisasional ataupun sosial. Pencermatan atas berbagai konteks yang luas ini merupakan sesuatu yang penting untuk dilakukan. Akuntan merupakan profesi yang keberadaannya sangat tergantung pada kepercayaan masyarakat. Sebagai sebuah profesi yang kinerjanya diukur dari profesionalismenya, akuntan harus memiliki ketrampilan, pengetahuan dan karakter. Penguasaan ketrampilan dan pengetahuan tidaklah cukup bagi akuntan untuk menjadi profesional. Karakter diri yang dicirikan oleh ada dan tegaknya etika profesi merupakan hal penting yang harus dikuasainya pula.

B.    Tanggung Jawab Sosial Kantor Akuntan public sebagai entitas bisnnis
Milton Friedman memaparkan tanggung jawab bisnis yang utama adalah menggunakan sumber daya dan mendesain tindakan untuk meningkatkan laba sepanjang tetap mengikuti atau mematuhi aturan permainan. Hal ini dapat dikatakan bahwa bisnis tidak seharusnya diwarnai oleh penipuan dan kecurangan. Pada struktur utilitarian, melakukan aktivitas untuk memenuhi kepentingan sendiri diperbolehkan. Untuk memenuhi kepentingan sendiri, setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda dan terkadang saling berbenturan satu dengan yang lainnya. Menurut Smith mengejar kepentingan pribadi diperbolehkan sepanjang tidak melanggar hukum dan keadilan atau kebenaran. Bisnis harus diciptakan dan diorganisasikan dengan cara yang bermanfaat bagi masyarakat.
Sebagai entitas bisnis layaknya entitas-entitas bisnis lain, Kantor Akuntan Publik juga dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk uang dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi yang artinya pada Kantor Akuntan Publik juga dituntut akan suatu tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Namun, pada Kantor Akuntan Publik bentuk tanggung jawab sosial suatu lembaga bukanlah pemberian sumbangan atau pemberian layanan gratis. Tapi meliputi ciri utama dari profesi akuntan publik terutama sikap altruisme, yaitu mengutamakan kepentingan publik dan juga memperhatikan sesama akuntan publik dibanding mengejar laba.

C.    Krisis dalam profesi akuntansi
Profesi akuntansi yang krisis hari ini bahayanya adalah apabila tiap-tiap auditor atau attestor bertindak di jalan yang salah, opini dan audit akan bersifat tidak berharga. Suatu penggunaan untuk akuntan akan mengenakkan pajak preparers dan wartawan keuangan tetapi fungsi audit yang menjadi jantungnya akuntansi akan memotong keluar dari praktek untuk menyumbangkan hampir sia-sia penyalahgunaannya. Perusahaan melakukan pengawasan terhadap auditor-auditor yang sedang bekerja untuk melaksanakan pengawasan intern, keuangan, administratif, penjualan, pengolahan data, dan fungsi pemasaran diantara orang banyak.
Akuntan publik merupakan suatu wadah yang dapat menilai apakah laporan keuangan sudah sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi ataupun audit. Perbedaan akuntan publik dengan perusahaan jasa lainnya yaitu jasa yang diberikan oleh KAP akan digunakan sebagai alat untuk membuat keputusan. Kewajiban dari KAP yaitu jasa yang diberikan dipakai untuk make decision atau memiliki tanggung jawab sosial atas kegiatan usahanya.
Bagi akuntan berperilaku etis akan berpengaruh terhadap citra KAP dan membangun kepercayaan masyarakat serta akan memperlakukan klien dengan baik dan jujur, maka tidak hanya meningkatkan pendapatannya tetapi juga memberi pengaruh positif bagi karyawan KAP. Perilaku etis ini akan memberi manfaat yang lebih bagi manager KAP dibanding bagi karyawan KAP yang lain. Kesenjangan yang terjadi adalah selain melakukan audit juga melakukan konsultan, membuat laporan keuangan, menyiapkan laporan pajak. Oleh karena itu terdapat kesenjangan diatara profesi akuntansi dan keharusan profesi akuntansinya.
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh Akuntan, sebagai berikut:
·        Berkaitan dengan earning management
·        Pemerikasaan dan penyajian terhadap masalah akuntansi
·        Berkaitan dengan kasus-kasus yang dilakukan oleh akuntan pajak untuk menyusun laporan keuangan agar pajak tidak menyimpang dari aturan yang ada.
·        Independensi dari perusahaan dan masa depan independensi KAP. Jalan pintas untuk menghasilkan uang dan tujuan praktek selain untuk mendapatkan laba.
·        Masalah kecukupan dari prinsip-prinsip diterima umum dan asumsi-asumsi yang tersendiri dari prinsip-prinsip yang mereka gunakan akan menimbulkan dampak etika bila akuntan tersebut memberikan gambaran yang benar dan akurat.

D.    Regulasi dalam rangka penegakan etika kantor akuntan publik
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai satu-satunya organisasi profesi akuntan di Indonesia telah berupaya untuk melakukan penegakan etika profesi bagi akuntan publik. Untuk mewujudkan perilaku profesionalnya, maka IAI menetapkan kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik tersebut dibuat untuk menentukan standar perilaku bagi para akuntan, terutama akuntan publik.Kode etik IAI terdiri dari:
1.      Prinsip etika, terdiri dari 8 prinsip etika profesi yang merupakan landasan perilaku etika profesional, memberikan kerangka dasar bagi aturan etika dan mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota yang meliputi tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektivitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar teknis.
2.      Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik, terdiri dari independen, integritas dan objektivitas, standar umum dan prinsip akuntansi, tanggung jawab kepada klien, tanggung jawab kepada rekan seprofesi, serta tanggung jawab dan praktik lain.
3.      Interpretasi Aturan Etika, merupakan panduan dalam menerapkan etika tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
Di Indonesia penegakan kode etik dilaksanakan oleh sekurang-kurangnya enam unit organisasi, yaitu Kantor Akuntan Publik, Unit Peer Review Kompartemen Akuntan Publik IAI, Badan Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik IAI, Dewan Pertimbangan Profesi IAI, Departemen Keuangan RI, dan BPKP. Selain keenam unit organisasi tadi, pengawasan terhadap kode etik diharapkan dapat dilakukan sendiri oleh para anggota dan pimpian KAP.
Meskipun telah dibentuk unit organisasi penegakan etika sebagaimana disebutkan di atas, namun demikian pelanggaran terhadap kode etik ini masih ada. Dapat disimpulkan bahwa meskipun IAI telah berupaya melakukan penegakan etika profesi bagi akuntan, khususnya akuntan publik, namun demikian sikap dan perilaku tidak etis dari para akuntan publik masih tetap ada.

II.                PERKEMBANGAN TERAKHIR DALAM ETIKA BISNIS DAN PROFESI
Berikut ini adalah pembahasan tentang bagaimana perkermbangan terakhir dalam etika bisnis dan profesi. Menurut para ahli etika tidak lain adalah aturan perilaku, adat pergaulan manusia dalam pergaulan antar sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Kata Etika sendiri berasal dari kata “ETHOS” dari bangsa Yunani yang memiliki arti nilai – nilai, norma – norma, kaidah dan ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik, seperti yang didefinisikan oleh bebrapa ahli sebagai berikut :
·        Drs. O.P Simorangkir
Etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berperilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
·        Drs. Sidi. Gajalba dan Sistematika filsafat
Etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
·        Drs. H. Burhanudin Salam
Cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.
Perkembangan Etika tersebut sudah melewati beberapa fase, yaitu :
1.Etika Teologis
Pada perkembangan generasi pengertian pertama, semua sistem etika berasal dari sistem ajaran agama.Semua agama mempunyai ajaran-ajarannya sendiri-sendiri tentang nilai-nilai, sikap, dan perilaku yang baik dan buruk sebagai pegangan hidup bagi para penganutnya.Karena itu, ajaran etika menyangkut pesan-pesan utama misi keagamaan semua agama, dan semua tokoh agama atau ulama, pendeta, rahib, monk, dan semua pemimpin agama akrab dengan ajaran etika itu.Semua rumah ibadah diisi dengan khutbah-khutbah tentang ajaran moral dan etika keagamaan masing-masing.
Bagi agama-agama yang mempunyai kitab suci, maka materi utama kitab-kitab suci itu juga adalah soal-soal yang berkaitan dengan etika.Karena itu, perbincangan mengenai etika seringkali memang tidak dapat dilepas dari ajaran-ajaran agama. Bahkan dalam Islam dikatakan oleh nabi Muhammad saw bahwa “Tidaklah aku diutus menjadi Rasul kecuali untuk tujuan memperbaiki akhlaq manusia”. Inilah misi utama kenabian Muhammad saw.
2.Etika Ontologis
Dalam perkembangan kedua, sistem etika itu lama kelamaan juga dijadikan oleh para filosof dan agamawan sebagai objek kajian ilmiah.Karena filsafat manusia sangat berkembang pembahasannya mengenai soal-soal etika dan perilaku manusia ini.Karena itu, pada tingkat perkembangan pengertian yang kedua, etika itu dapat dikatakan dilihat sebagai objek kajian ilmiah, objek kajian filsafat.Inilah yang saya namakan sebagai tahap perkembangan yang bersifat ontologis. Etika yang semula hanya dilihat sebagai doktrin-doktrin ajaran agama, dikembangkan menjadi ‘ethics’ dalam pengertian sebagai ilmu yang mempelajari sistem ajaran moral.
3.Etika Positivist
Dalam perkembangan selanjutnya, setidaknya dimulai pada permulaan abad ke 20, orang mulai berpikir bahwa sistem etika itu tidak cukup hanya dikaji dan dikhutbahkan secara abstrak dan bersifat umum, tetapi diidealkan agar ditulis secara konkrit dan bersifat operasional. Kesadaran mengenai pentingnya penulisan dalam suatu bentuk kodifikasi ini dapat dibandingkan dengan perkembangan sejarah yang pernah dialami oleh sistem hukum pada abad ke-10 di zaman khalifah Harun Al-Rasyid atau dengan muncul pandangan filsafat Posivisme Auguste Comte pada abad ke 18 yang turut mempengaruhi pengertian modern tentang hukum positif.
Dalam perkembangan generasi ketiga ini, mulai diidealkan terbentuknya sistem kode etika di pelbagai bidang organisasi profesi dan organisasi-organisasi publik. Bahkan sejak lama sudah banyak di antara organisasi-organisasi kemasyarakatan ataupun organisasi-organisasi profesi di Indonesia sendiri, seperti Ikatan Dokter Indonesia, dan lain-lain yang sudah sejak dulu mempunyai naskah Kode Etik Profesi. Dewasa ini, semua partai politik juga mempunyai kode etik kepengurusan dan keanggotaan.Pegawai Negeri Sipil juga memiliki kode etika PNS.Inilah taraf perkembangan positivist tentang sistem etika dalam kehidupan publik.Namun, hampir semua kode etik yang dikenal dewasa ini, hanya bersifat proforma.Adanya dan tiadanya tidak ada bedanya.Karena itu, sekarang tiba saatnya berkembang kesadaran baru bahwa kode etika-kode etika yang sudah ada itu harus dijalankan dan ditegakkan sebagaimana mestinya.
4.Etika Fungsional Tertutup
Tahap perkembangan generasi pengertian etika yang terakhir itulah yang saya namakan sebagai tahap fungsional, yaitu bahwa infra-struktur kode etika itu disadari harus difungsikan dan ditegakkan dengan sebaik-baiknya dalam praktik kehidupan bersama. Untuk itu, diperlukan infra-struktur yang mencakup instrumen aturan kode etik dan perangkat kelembagaan penegaknya, sehingga sistem etika itu dapat diharapkan benar-benar bersifat fungsional. Dimana-mana di seluruh dunia, mulai muncul kesadaran yang luas untuk membangun infra struktur etik ini di lingkungan jabatan-jabatan publik. Bahkan pada tahun 1996, Sidang Umum PBB merekomendasikan agar semua negara anggota membangun apa yang dinamakan “ethics infra-structure in public offices” yang mencakup pengertian kode etik dan lembaga penegak kode etik.
Itu juga sebabnya maka di Eropa, di Amerika, dan negara-negara lain di seluruh penjuru dunia mengembangkan sistem kode etik dan komisi penegak kode etik itu. Tidak terkecuali kita di Indonesia juga mengadopsi ide itu dengan membentuk Komisi Yudisial yang dirumuskan dalam Pasal 24B UUD 1945 dalam rangka Perubahan Ketiga UUD 1945 pada tahun 2001. Bersamaan dengan itu, kita juga membentuk Badan Kehormatan DPR, dan Badan Kehormatan DPD, dan lain-lain untuk maksud membangun sistem etika bernegara. Pada tahun 2001, MPR-RI juga mengesahkan Ketetapan MPR No. VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
5.Etika Fungsional Terbuka
Namun demikian, menurut Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu 2012-2017 ini, semua infra-struktur kode etik dan sistem kelembagaan penegakan etika tersebut di atas dapat dikatakan sama sekali belum dikonstruksikan sebagai suatu sistem peradilan etika yang bersifat independen dan terbuka sebagaimana layaknya sistem peradilan modern. Persoalan etika untuk sebagian masih dipandang sebagai masalah private yang tidak semestinya diperiksa secara terbuka. Karena itu, semua lembaga atau majelis penegak kode etika selalu bekerja secara tertutup dan dianggap sebagai mekanisme kerja yang bersifat internal di tiap-tiap organisasi atau lingkungan jabatan-jabatan publik yang terkait. Keseluruhan proses penegakan etika itu selama ini memang tidak dan belum didesain sebagai suatu proses peradilan yang bersifat independen dan terbuka.

SUMBER :
2.  Robiatul Auliyah. Sociological Perspective on Auditing: Postmodernisme Perspective Internal Auditor dan Dilema Etika. No 1 Vol 4. April 2011.
3. Silvia Syahraini. Pemetaan Perilaku Mahasiswa Ekonomi Ditinjau dari
Perspektif Etika Teleologi. 2010.
4. Sukrisno, Agus dan I Cenik Ardana. 2011. Etika Bisnis dan Profesi tantangan
membangun manusia seutuhnya. Edisi Revisi. Salemba Empat.
5. Witnestika Ocha. Manajemen Krisis PT. Lion Mentari Airlines Dalam
Menangani Berita-Berita Negatif Di Media Masa. Depok. 2012.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar