PENULISAN 2 (TUGAS YANG KE-4 SOFTSKILL)
I.
ETIKA DALAM KANTOR AKUNTAN PUBLIK
Etika, yang merupakan
refleksi atas moralitas, adalah persoalan yang kompleks. Dalam bidang profesi akuntansi, praktik etika
berlangsung baik karena keadaan dimensi individual akuntan maupun dimensi
sosialnya. Dalam praktik akuntan publik, secara kolektif tindakan dan perilaku
etis akuntan (dan staf profesional di bidang akuntansi) yang bekerja di kantor
akuntan publik akan menggambarkan tindakan dan perilaku etis kantor akuntan
publik (KAP) sebagai organisasi yang menaungi aktifitas profesionalnya. Sebagai
sebuah organisasi bisnis profesional, yang keberadaannya tergantung pada
kepercayaan masyarakat, akuntan dan staf profesional di kantor akuntan publik
secara taken for granted harus mengedepankan etika. Sehingga dalam praktik di
organisasi KAP, akomodasi etika profesi di dalamnya menjadi sesuatu yang sangat
penting untuk diperhatikan.
Keberadaan etika
profesi dimaksudkan sebagai pemenuhan karakteristik profesionalisme akuntan sebagai
sebuah profesi. Tetapi dalam realitasnya tentu individu akuntan dan KAP
mempunyai pola-pola tertentu yang unik dalam batasan otonomisnya dalam
mempraktikkan etika profesi tersebut. Demikian pula bahwa praktik profesional
di kalangan profesi akuntan tidaklah terlepas dan saling mengkait dengan
keberadaan dan keadaan berbagai institusi bisnis dan sosial lainnya. Sebagai
hasil refleksi atas moralitas, etika dapat berkembang sesuai praksis kehidupan
(struktur sosial) yang melingkupi keberadaan diri individu (dan kemudian
organisasi). D
Dimensi refleksif dan
praksis moral merupakan suatu keterpaduan yang tidak begitu saja dapat
dipisahkan. Berbagai konteks refleksi moralitas dalam suatu kehidupan sosial
diri akuntan dan para staf profesional, serta juga kehidupan sosial organisasi
KAP, akan sangat mungkin berkembang di luar yang telah terkodifikasikan dalam
suatu kode etik. Dengan demikian maka praktik etika mempunyai konteks yang
luas, di mana ini terjadi meliputi baik pada dimensi individual, organisasional
ataupun sosial. Pencermatan atas berbagai konteks yang luas ini merupakan
sesuatu yang penting untuk dilakukan.
Akuntan merupakan
profesi yang keberadaannya sangat tergantung pada kepercayaan masyarakat.
Sebagai sebuah profesi yang kinerjanya diukur dari profesionalismenya, akuntan
harus memiliki ketrampilan, pengetahuan dan karakter. Penguasaan ketrampilan
dan pengetahuan tidaklah cukup bagi akuntan untuk menjadi profesional. Karakter
diri yang dicirikan oleh ada dan tegaknya etika profesi merupakan hal penting
yang harus dikuasainya pula.
A. Etika Bisnis
Akuntansi Publik
Etika, yang merupakan refleksi atas moralitas,
adalah persoalan yang kompleks. Dalam
bidang profesi akuntansi, praktik etika berlangsung baik karena keadaan dimensi
individual akuntan maupun dimensi sosialnya. Dalam praktik akuntan publik,
secara kolektif tindakan dan perilaku etis akuntan (dan staf profesional di
bidang akuntansi) yang bekerja di kantor akuntan publik akan menggambarkan
tindakan dan perilaku etis kantor akuntan publik (KAP) sebagai organisasi yang
menaungi aktifitas profesionalnya. Sebagai sebuah organisasi bisnis
profesional, yang keberadaannya tergantung pada kepercayaan masyarakat, akuntan
dan staf profesional di kantor akuntan publik secara taken for granted harus mengedepankan
etika. Sehingga dalam praktik di organisasi KAP, akomodasi etika profesi di
dalamnya menjadi sesuatu yang sangat penting untuk diperhatikan. Keberadaan
etika profesi dimaksudkan sebagai pemenuhan karakteristik profesionalisme
akuntan sebagai sebuah profesi. Tetapi dalam realitasnya tentu individu akuntan
dan KAP mempunyai pola-pola tertentu yang unik dalam batasan otonomisnya dalam
mempraktikkan etika profesi tersebut. Demikian pula bahwa praktik profesional
di kalangan profesi akuntan tidaklah terlepas dan saling mengkait dengan
keberadaan dan keadaan berbagai institusi bisnis dan sosial lainnya. Sebagai
hasil refleksi atas moralitas, etika dapat berkembang sesuai praksis kehidupan
(struktur sosial) yang melingkupi keberadaan diri individu (dan kemudian
organisasi). Dimensi refleksif dan praksis moral merupakan suatu keterpaduan
yang tidak begitu saja dapat dipisahkan. Berbagai konteks refleksi moralitas
dalam suatu kehidupan sosial diri akuntan dan para staf profesional, serta juga
kehidupan sosial organisasi KAP, akan sangat mungkin berkembang di luar yang
telah terkodifikasikan dalam suatu kode etik. Dengan demikian maka praktik
etika mempunyai konteks yang luas, di mana ini terjadi meliputi baik pada
dimensi individual, organisasional ataupun sosial. Pencermatan atas berbagai
konteks yang luas ini merupakan sesuatu yang penting untuk dilakukan. Akuntan
merupakan profesi yang keberadaannya sangat tergantung pada kepercayaan
masyarakat. Sebagai sebuah profesi yang kinerjanya diukur dari profesionalismenya,
akuntan harus memiliki ketrampilan, pengetahuan dan karakter. Penguasaan
ketrampilan dan pengetahuan tidaklah cukup bagi akuntan untuk menjadi
profesional. Karakter diri yang dicirikan oleh ada dan tegaknya etika profesi
merupakan hal penting yang harus dikuasainya pula.
B. Tanggung Jawab
Sosial Kantor Akuntan public sebagai entitas bisnnis
Milton
Friedman memaparkan tanggung jawab bisnis yang utama adalah menggunakan sumber
daya dan mendesain tindakan untuk meningkatkan laba sepanjang tetap mengikuti
atau mematuhi aturan permainan. Hal ini dapat dikatakan bahwa bisnis tidak
seharusnya diwarnai oleh penipuan dan kecurangan. Pada struktur utilitarian,
melakukan aktivitas untuk memenuhi kepentingan sendiri diperbolehkan. Untuk
memenuhi kepentingan sendiri, setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda dan
terkadang saling berbenturan satu dengan yang lainnya. Menurut Smith mengejar
kepentingan pribadi diperbolehkan sepanjang tidak melanggar hukum dan keadilan
atau kebenaran. Bisnis harus diciptakan dan diorganisasikan dengan cara yang
bermanfaat bagi masyarakat.
Sebagai
entitas bisnis layaknya entitas-entitas bisnis lain, Kantor Akuntan Publik juga
dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk uang
dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi yang artinya
pada Kantor Akuntan Publik juga dituntut akan suatu tanggung jawab sosial
kepada masyarakat. Namun, pada Kantor Akuntan Publik bentuk tanggung jawab
sosial suatu lembaga bukanlah pemberian sumbangan atau pemberian layanan gratis.
Tapi meliputi ciri utama dari profesi akuntan publik terutama sikap altruisme,
yaitu mengutamakan kepentingan publik dan juga memperhatikan sesama akuntan
publik dibanding mengejar laba.
C. Krisis dalam
profesi akuntansi
Profesi akuntansi yang krisis hari ini bahayanya
adalah apabila tiap-tiap auditor atau attestor bertindak di jalan yang salah,
opini dan audit akan bersifat tidak berharga. Suatu penggunaan untuk akuntan
akan mengenakkan pajak preparers dan wartawan keuangan tetapi fungsi audit yang
menjadi jantungnya akuntansi akan memotong keluar dari praktek untuk
menyumbangkan hampir sia-sia penyalahgunaannya. Perusahaan melakukan pengawasan
terhadap auditor-auditor yang sedang bekerja untuk melaksanakan pengawasan
intern, keuangan, administratif, penjualan, pengolahan data, dan fungsi
pemasaran diantara orang banyak.
Akuntan publik merupakan suatu wadah yang dapat
menilai apakah laporan keuangan sudah sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi
ataupun audit. Perbedaan akuntan publik dengan perusahaan jasa lainnya yaitu
jasa yang diberikan oleh KAP akan digunakan sebagai alat untuk membuat
keputusan. Kewajiban dari KAP yaitu jasa yang diberikan dipakai untuk make
decision atau memiliki tanggung jawab sosial atas kegiatan usahanya.
Bagi akuntan berperilaku etis akan berpengaruh
terhadap citra KAP dan membangun kepercayaan masyarakat serta akan
memperlakukan klien dengan baik dan jujur, maka tidak hanya meningkatkan
pendapatannya tetapi juga memberi pengaruh positif bagi karyawan KAP. Perilaku
etis ini akan memberi manfaat yang lebih bagi manager KAP dibanding bagi
karyawan KAP yang lain. Kesenjangan yang terjadi adalah selain melakukan audit
juga melakukan konsultan, membuat laporan keuangan, menyiapkan laporan pajak.
Oleh karena itu terdapat kesenjangan diatara profesi akuntansi dan keharusan
profesi akuntansinya.
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh
Akuntan, sebagai berikut:
·
Berkaitan dengan earning management
·
Pemerikasaan dan penyajian terhadap
masalah akuntansi
·
Berkaitan dengan kasus-kasus yang
dilakukan oleh akuntan pajak untuk menyusun laporan keuangan agar pajak tidak
menyimpang dari aturan yang ada.
·
Independensi dari perusahaan dan masa
depan independensi KAP. Jalan pintas untuk menghasilkan uang dan tujuan praktek
selain untuk mendapatkan laba.
·
Masalah kecukupan dari prinsip-prinsip
diterima umum dan asumsi-asumsi yang tersendiri dari prinsip-prinsip yang
mereka gunakan akan menimbulkan dampak etika bila akuntan tersebut memberikan
gambaran yang benar dan akurat.
D. Regulasi dalam
rangka penegakan etika kantor akuntan publik
Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) sebagai satu-satunya organisasi profesi akuntan di
Indonesia telah berupaya untuk melakukan penegakan etika profesi bagi akuntan
publik. Untuk mewujudkan perilaku profesionalnya, maka IAI menetapkan kode etik
Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik tersebut dibuat untuk menentukan standar
perilaku bagi para akuntan, terutama akuntan publik.Kode etik IAI terdiri dari:
1. Prinsip
etika, terdiri dari 8 prinsip etika profesi yang merupakan landasan perilaku
etika profesional, memberikan kerangka dasar bagi aturan etika dan mengatur
pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota yang meliputi tanggung
jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektivitas, kompetensi dan
kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar
teknis.
2. Aturan
Etika Kompartemen Akuntan Publik, terdiri dari independen, integritas dan
objektivitas, standar umum dan prinsip akuntansi, tanggung jawab kepada klien,
tanggung jawab kepada rekan seprofesi, serta tanggung jawab dan praktik lain.
3. Interpretasi
Aturan Etika, merupakan panduan dalam menerapkan etika tanpa dimaksudkan untuk
membatasi lingkup dan penerapannya.
Di
Indonesia penegakan kode etik dilaksanakan oleh sekurang-kurangnya enam unit
organisasi, yaitu Kantor Akuntan Publik, Unit Peer Review Kompartemen Akuntan
Publik IAI, Badan Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik IAI, Dewan
Pertimbangan Profesi IAI, Departemen Keuangan RI, dan BPKP. Selain keenam unit
organisasi tadi, pengawasan terhadap kode etik diharapkan dapat dilakukan
sendiri oleh para anggota dan pimpian KAP.
Meskipun
telah dibentuk unit organisasi penegakan etika sebagaimana disebutkan di atas,
namun demikian pelanggaran terhadap kode etik ini masih ada. Dapat disimpulkan
bahwa meskipun IAI telah berupaya melakukan penegakan etika profesi bagi
akuntan, khususnya akuntan publik, namun demikian sikap dan perilaku tidak etis
dari para akuntan publik masih tetap ada.
II.
PERKEMBANGAN TERAKHIR DALAM ETIKA BISNIS DAN PROFESI
Berikut ini adalah pembahasan
tentang bagaimana perkermbangan terakhir dalam etika bisnis dan
profesi. Menurut para ahli etika tidak lain adalah aturan perilaku, adat
pergaulan manusia dalam pergaulan antar sesamanya dan menegaskan mana yang
benar dan mana yang buruk. Kata Etika sendiri berasal dari kata “ETHOS”
dari bangsa Yunani yang memiliki arti nilai – nilai, norma – norma, kaidah dan
ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik, seperti yang didefinisikan oleh
bebrapa ahli sebagai berikut :
·
Drs. O.P Simorangkir
Etika
atau etik sebagai pandangan manusia dalam berperilaku menurut ukuran dan nilai
yang
baik.
·
Drs. Sidi. Gajalba dan Sistematika
filsafat
Etika
adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik
dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
·
Drs. H. Burhanudin Salam
Cabang
filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku
manusia dalam hidupnya.
Perkembangan
Etika tersebut sudah melewati beberapa fase, yaitu :
1.Etika
Teologis
Pada perkembangan generasi pengertian
pertama, semua sistem etika berasal dari sistem ajaran agama.Semua agama
mempunyai ajaran-ajarannya sendiri-sendiri tentang nilai-nilai, sikap, dan
perilaku yang baik dan buruk sebagai pegangan hidup bagi para
penganutnya.Karena itu, ajaran etika menyangkut pesan-pesan utama misi
keagamaan semua agama, dan semua tokoh agama atau ulama, pendeta, rahib, monk,
dan semua pemimpin agama akrab dengan ajaran etika itu.Semua rumah
ibadah diisi dengan khutbah-khutbah tentang ajaran moral dan etika keagamaan
masing-masing.
Bagi agama-agama yang mempunyai kitab
suci, maka materi utama kitab-kitab suci itu juga adalah soal-soal yang
berkaitan dengan etika.Karena itu, perbincangan mengenai etika seringkali
memang tidak dapat dilepas dari ajaran-ajaran agama. Bahkan dalam Islam
dikatakan oleh nabi Muhammad saw bahwa “Tidaklah aku diutus menjadi Rasul
kecuali untuk tujuan memperbaiki akhlaq manusia”. Inilah misi utama kenabian
Muhammad saw.
2.Etika
Ontologis
Dalam perkembangan kedua, sistem etika
itu lama kelamaan juga dijadikan oleh para filosof dan agamawan sebagai objek
kajian ilmiah.Karena filsafat manusia sangat berkembang pembahasannya mengenai
soal-soal etika dan perilaku manusia ini.Karena itu, pada tingkat perkembangan
pengertian yang kedua, etika itu dapat dikatakan dilihat sebagai objek kajian
ilmiah, objek kajian filsafat.Inilah yang saya namakan sebagai tahap
perkembangan yang bersifat ontologis. Etika yang semula hanya dilihat
sebagai doktrin-doktrin ajaran agama, dikembangkan menjadi ‘ethics’ dalam
pengertian sebagai ilmu yang mempelajari sistem ajaran moral.
3.Etika
Positivist
Dalam perkembangan selanjutnya,
setidaknya dimulai pada permulaan abad ke 20, orang mulai berpikir bahwa sistem
etika itu tidak cukup hanya dikaji dan dikhutbahkan secara abstrak dan bersifat
umum, tetapi diidealkan agar ditulis secara konkrit dan bersifat operasional.
Kesadaran mengenai pentingnya penulisan dalam suatu bentuk kodifikasi ini dapat
dibandingkan dengan perkembangan sejarah yang pernah dialami oleh sistem hukum
pada abad ke-10 di zaman khalifah Harun Al-Rasyid atau dengan muncul pandangan
filsafat Posivisme Auguste Comte pada abad ke 18 yang turut mempengaruhi
pengertian modern tentang hukum positif.
Dalam perkembangan generasi ketiga ini,
mulai diidealkan terbentuknya sistem kode etika di pelbagai bidang organisasi
profesi dan organisasi-organisasi publik. Bahkan sejak lama sudah banyak di
antara organisasi-organisasi kemasyarakatan ataupun organisasi-organisasi
profesi di Indonesia sendiri, seperti Ikatan Dokter Indonesia, dan lain-lain
yang sudah sejak dulu mempunyai naskah Kode Etik Profesi. Dewasa ini, semua
partai politik juga mempunyai kode etik kepengurusan dan keanggotaan.Pegawai
Negeri Sipil juga memiliki kode etika PNS.Inilah taraf perkembangan positivist
tentang sistem etika dalam kehidupan publik.Namun, hampir semua kode etik
yang dikenal dewasa ini, hanya bersifat proforma.Adanya dan tiadanya tidak ada
bedanya.Karena itu, sekarang tiba saatnya berkembang kesadaran baru bahwa kode
etika-kode etika yang sudah ada itu harus dijalankan dan ditegakkan sebagaimana
mestinya.
4.Etika
Fungsional Tertutup
Tahap perkembangan generasi pengertian
etika yang terakhir itulah yang saya namakan sebagai tahap fungsional, yaitu
bahwa infra-struktur kode etika itu disadari harus difungsikan dan ditegakkan
dengan sebaik-baiknya dalam praktik kehidupan bersama. Untuk itu, diperlukan
infra-struktur yang mencakup instrumen aturan kode etik dan perangkat
kelembagaan penegaknya, sehingga sistem etika itu dapat diharapkan benar-benar
bersifat fungsional. Dimana-mana di seluruh dunia, mulai muncul kesadaran yang
luas untuk membangun infra struktur etik ini di lingkungan jabatan-jabatan
publik. Bahkan pada tahun 1996, Sidang Umum PBB merekomendasikan agar semua
negara anggota membangun apa yang dinamakan “ethics infra-structure in public
offices” yang mencakup pengertian kode etik dan lembaga penegak kode etik.
Itu juga sebabnya maka di Eropa, di
Amerika, dan negara-negara lain di seluruh penjuru dunia mengembangkan sistem
kode etik dan komisi penegak kode etik itu. Tidak terkecuali kita di Indonesia
juga mengadopsi ide itu dengan membentuk Komisi Yudisial yang dirumuskan dalam
Pasal 24B UUD 1945 dalam rangka Perubahan Ketiga UUD 1945 pada tahun 2001.
Bersamaan dengan itu, kita juga membentuk Badan Kehormatan DPR, dan Badan
Kehormatan DPD, dan lain-lain untuk maksud membangun sistem etika bernegara.
Pada tahun 2001, MPR-RI juga mengesahkan Ketetapan MPR No. VI Tahun 2001
tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
5.Etika
Fungsional Terbuka
Namun demikian, menurut Ketua Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu 2012-2017 ini, semua infra-struktur kode etik
dan sistem kelembagaan penegakan etika tersebut di atas dapat dikatakan sama
sekali belum dikonstruksikan sebagai suatu sistem peradilan etika yang bersifat
independen dan terbuka sebagaimana layaknya sistem peradilan modern. Persoalan
etika untuk sebagian masih dipandang sebagai masalah private yang tidak
semestinya diperiksa secara terbuka. Karena itu, semua lembaga atau majelis
penegak kode etika selalu bekerja secara tertutup dan dianggap sebagai
mekanisme kerja yang bersifat internal di tiap-tiap organisasi atau lingkungan
jabatan-jabatan publik yang terkait. Keseluruhan proses penegakan etika itu
selama ini memang tidak dan belum didesain sebagai suatu proses peradilan yang
bersifat independen dan terbuka.
SUMBER
:
2.
Robiatul Auliyah. Sociological Perspective on Auditing:
Postmodernisme Perspective Internal Auditor dan Dilema Etika. No 1
Vol 4. April 2011.
3.
Silvia Syahraini. Pemetaan Perilaku Mahasiswa Ekonomi Ditinjau dari
Perspektif
Etika Teleologi. 2010.
4.
Sukrisno, Agus dan I Cenik Ardana. 2011. Etika Bisnis dan Profesi tantangan
membangun
manusia seutuhnya. Edisi Revisi. Salemba Empat.
5.
Witnestika Ocha. Manajemen Krisis PT. Lion Mentari Airlines Dalam
Menangani
Berita-Berita Negatif Di Media Masa. Depok. 2012.