Nama : yuni bakti maria
Npm :
27211661
Kelas : 4eb07
i.
ETIKA DALAM AUDITING :
Secara umum etika merupakan suatu prinsip moral dan perbuatan yang menjadi
landasan bertindaknya seseorang sehingga apa yang akan dilakukannya dipandang
oleh masyarakat sebagai perbuatan yang terpuji dan meningkatkan martabat dan kehormatan
seseorang (Munawir, 1997).
1.1
Kepercayaan Publik
Profesi akuntan di
dalam masyarakat memiliki peranan yang sangat penting dalam memelihara
berjalannya fungsi bisnis secara tertib dengan menilai kewajaran dari laporan
keuangan yang disajikan oleh perusahaan.Ketergantungan antara akuntan dengan publik menimbulkan tanggung
jawab akuntan terhadap kepentingan public.
Dalam kode etik
diungkapkan, akuntan tidak hanya memiliki tanggung jawab terhadap klien yang
membayarnya saja, akan tetapi memiliki tanggung jawab juga terhadap publik.
Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi
yang dilayani secara keseluruhan. Publik akan mengharapkan akuntan untuk
memenuhi tanggung jawabnya dengan integritas, obyektifitas, keseksamaan
profesionalisme, dan kepentingan untuk melayani publik.
Para akuntan diharapkan
memberikan jasa yang berkualitas, mengenakan jasa imbalan yang pantas, serta
menawarkan berbagai jasa dengan tingkat profesionalisme yang tinggi.Atas
kepercayaan publik yang diberikan inilah seorang akuntan harus secara
terus-menerus menunjukkan dedikasinya untuk mencapai profesionalisme yang
tinggi.
1.2
Tanggung jawab auditor kepada public
Profesi akuntan di dalam masyarakat
memiliki peranan yang sangat penting dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis
secara tertib dengan menilai kewajaran dari laporan keuangan yang disajikan
oleh perusahaan. Ketergantungan antara akuntan dengan publik menimbulkan
tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik.
Dalam kode etik
diungkapkan, akuntan tidak hanya memiliki tanggung jawab terhadap klien yang
membayarnya saja, akan tetapi memiliki tanggung jawab juga terhadap publik.
Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi
yang dilayani secara keseluruhan. Publik akan mengharapkan akuntan untuk
memenuhi tanggung jawabnya dengan integritas, obyektifitas, keseksamaan
profesionalisme, dan kepentingan untuk melayani publik.
Para akuntan
diharapkan memberikan jasa yang berkualitas, mengenakan jasa imbalan yang
pantas, serta menawarkan berbagai jasa dengan tingkat profesionalisme yang
tinggi. Atas kepercayaan publik yang diberikan inilah seorang akuntan harus
secara terus-menerus menunjukkan dedikasinya untuk mencapai profesionalisme
yang tinggi.
Justice
Buger mengungkapkan bahwa akuntan publik yang independen dalam memberikan
laporan penilaian mengenai laporan keuangan perusahaan memandang bahwa tanggung
jawab kepada publik itu melampaui hubungan antara auditor dengan kliennya.
Akuntan publik yang independen memiliki fungsi yang berbeda, tidak hanya patuh
terhadap para kreditur dan pemegang saham saja, akan tetapi berfungsi
sebagai ”a public watchdog function”. Dalam menjalankan fungsi tersebut
seorang akuntan harus mempertahankan independensinya secara keseluruhan di
setiap waktu dan memenuhi kesetiaan terhadap kepentingan publik. Hal ini
membuat konflik kepentingan antara klien dan publik mengenai konfil loyalitas
auditor.
1.3
Tanggung jawab dasar auditor
Auditor merupakan
seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu dalam melakukan audit atas laporan
keuangan dan kegiatan suatu perusahaan atau organisasi. The Auditing Practice
Committee, yang merupakan cikal bakal dari Auditing Practices Board, ditahun
1980, memberikan ringkasan (summary) tanggung jawab dasar auditor :
1) Perencanaan, Pengendalian dan
Pencatatan
Auditor perlu
merencanakan, mengendalikan dan mencatat pekerjannya.
2) Sistem Akuntansi
Auditor harus mengetahui
dengan pasti sistem pencatatan dan pemrosesan transaksi dan menilai
kecukupannya sebagai dasar penyusunan laporan keuangan.
3) Bukti Audit
Auditor akan memperoleh
bukti audit yang relevan dan reliable untuk memberikan kesimpulan rasional.
4) Pengendalian Intern
Bila auditor berharap
untuk menempatkan kepercayaan pada pengendalian internal, hendaknya memastikan
dan mengevaluasi pengendalian itu dan melakukan compliance test.
5) Meninjau Ulang Laporan Keuangan
yang Relevan
Auditor melaksanakan
tinjau ulang laporan keuangan yang relevan seperlunya, dalam hubungannya dengan
kesimpulan yang diambil berdasarkan bukti audit lain yang didapat, dan untuk
memberi dasar rasional atas pendapat mengenai laporan keuangan.
1.4
Independensi aUDITOR
· Independensi menurut Arens dkk.
(2008:111) dapat diartikan mengambil sudut pandang yang tidak bias. Auditor tidak
hanya harus independen dalam fakta, tetapi juga harus independen dalam
penampilan. Independensi dalam fakta (independence in fact) ada bila
auditor benar-benar mampu mempertahankan sikap yang tidak bias sepanjang audit,
sedangkan independensi dalam penampilan (independent in appearance)
adalah hasil dari interpretasi lain atas independensi ini.
· Independensi menurut Mulyadi
(2002:26-27) dapat diartikan sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak
dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi
juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta
dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam
merumuskan dan menyatakan pendapatnya.
· Dalam kenyataannya auditor seringkali
menemui kesulitan dalam mempertahankan sikap mental independen. Keadaan yang
seringkali mengganggu sikap mental independen auditor adalah sebagai berikut
(Mulyadi, 2002:27) :
1.
Sebagai
seorang yang melaksanakan audit secara independen, auditor dibayar oleh kliennya
atas jasanya tersebut.
2.
Sebagai
penjual jasa seringkali auditor mempunyai kecenderungan untuk memuaskan
keinginan kliennya.
3.
Mempertahankan
sikap mental independen seringkali dapat menyebabkan lepasnya klien.
Standar umum audit yang kedua
menyatakan bahwa “dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan,
independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor”. Standar ini
mengharuskan auditor bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi,
karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (IAI, 2001:220.1).
Berkaitan dengan hal itu terdapat 4
hal yang mengganggu independensi akuntan publik, yaitu :
(1) Akuntan publik memiliki mutual
atau conflicting interest dengan klien.
(2) Mengaudit pekerjaan akuntan
publik itu sendiri.
(3) Berfungsi sebagai manajemen atau
karyawan dari klien dan
(4) Bertindak sebagai penasihat (advocate)
dari klien.
Akuntan publik akan terganggu
independensinya jika memiliki hubungan bisnis, keuangan dan manajemen atau
karyawan dengan kliennya (Elfarini, 2007).
1.5 PERATURAN
PASAR MODAL DAN REGULATOR MENGENAI INDEPENDENSI AKUNTAN PUBLIK
Undang undang Pasar
Modal No. 8 tahun 1995 memberikan pengertian pasar modal yang lebih spesifik
yaitu, “kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek,
perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga
dan profesi yang berkaitan dengan efek”.
Pasar modal memiliki
peran yang sangat besar terhadap perekonomian Indonesia. institusi yang
bertugas untuk melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari
kegiatan pasar modal di Indonesia adalah Badan Pengawas Pasar Modal atau
Bapepam.
Dalam melindungi
investor dari ketidakakuratan data atau informasi, Bapepam sebagai regulator
telah mengeluarkan beberapa peraturan yang berhubungan dengan kereablean data
yang disajikan emiten baik dalam laporan tahunan maupun dalam laporan keuangan
emiten. Ketentuan-ketentuan yang telah dikeluarkan oleh Bapepam antara lain
adalah Peraturan Nomor: VIII.A.2/Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-20/PM/2002
tentang Independensi Akuntan yang Memberikan Jasa Audit Di Pasar Modal.
II. Etika dalam Akuntansi Keuangan dan
Akuntansi Manajemen
Peran etika dalam
akuntansi adalah pedoman bagi akuntan untuk mengikuti aturan-aturan tertentu
untuk melakukan pekerjaan akuntansi dengan cara yang adil. This is just to
facilitate the public confidence in their accounting. Ini hanya untuk
memfasilitasi kepercayaan publik dalam akuntansi mereka.
Akuntansi keuangan
untuk keperluan manajemen puncak dan pihak luar organisasi. Produknya: laporan
keuangan. Produk-produk yang sudah dilakuakn
Akuntansi manajmen
merupakan tipe akuntasi yang mengolah infromasi keuangan yang terutama untuk
memenuhi keperluan manajmeen dalam melaksanakan fungsi perencanaan dan
pengendalian organisasi. Produknya: unit cost. Produk-produk yang akan
dilakukan.
Perilaku etis
melibatkan pemilihan tindakan-tindakan yang benar dan sesuai serta tepat.
Tingkah laku kita mungkin benar atau salah, sesuai atau menyimpang, dan keputusan
yang kita buat dapat adil atau berat sebelah. Orang sering berbeda pandangan
terhadap arti istilah etis, tetapi nampaknya terdapat suatu prinsip umum yang
mendasari semua system etika.
Ada 10 nilai inti yang diidentifikasi menghasilkan
prinsip-prinsip yang melukiskan benar dan salah dalam kerangka umum, yaitu :
Ø Kejujuran
(honesty)
Ø Integritas (integrity)
Ø Memegang
janji (promise keeping)
Ø Kesetiaan
(fidelity)
Ø Keadilan
(fairness)
Ø Kepedulian
terhadap sesama (caring for others)
Ø Penghargaan
kepada orang lain (respect for others)
Ø Kewarganegaraan
dan bertanggung jawab (responsible citizenship)
Ø Pencapaian
kesempurnaan (pursuir of excellence)
Ø Akuntabilitas
(accountibillity)
IMA (Instititute of Management
Accountants) mengeluarkan pernyataan
tentang standar perilaku etis akuntan manajemen. Standar tersebut adalah
sebagai berikut:
1.
Kompetensi
Akuntan manajemen bertanggungjawab
untuk:
·
Menjaga tingkat kompetensi professional
yang dimiliki dengan terus menerus mengembangkan pengetahuan dan keahliannya.
·
Melakukan tugas-tugas profesionalnya
sesuai dengan hokum, peraturan, dan standar teknis yang berlaku.
·
Menyusun laporan dan rekomendasi yang
lengkap serta jelas setelah melakukan analisis yang benar terhadap informasi
yang relevan dan dapat dipercaya.
2.
Kerahasiaan
Akuntan manajemen bertanggungjawab untuk
:
·
Tidak membocorkan informasi rahasia
tanpa ijin, kecuali diharuskan secara hukum.
·
Memberi tahu bawahan seperlunya dan
memonitor aktivitas mereka untuk menjaga kerahasian tersebut.
3.
Integritas
Akuntan
manajemen bertanggungjawab untuk :
· Menghindari
konflik kepentingan actual.
· Menahan
diri dari aktivitas yang akan menimbulkan kecurigaan terhadap kemampuan mereka
untuk melakukam tugasnya secara etis.
· Menolak pemberian, penghargaan, dan keramah-tamahan yang dapat mempengaruhi
mereka dalam bertugas.
· Menahan
diri untuk tidak melakukan penggerogotan terhadap legitimasi organisasi dan
tujuan-tujuan etis, baik secara aktif
maupun pasif.
· Mengkomunikasikan berbagai batasan professional
· Mengkomunikasikan
informasi yang baik atau buruk dan
penilaian atau opini professional.
4.
Objektivitas
Akuntan manajemen bertanggungjawab untuk
:
·
Mengkomunikasikan informasi dengan adil
dan objektif.
·
Mengungkapkan semua informasi yang
relevan dan dapat diharapkan mempengaruhi pemahaman pengguna terhadap laporan,
komentar, dan rekomendasi yang dikeluarkan.
5.
Resolusi konflik etika
Dalam pelaksanaan
standar perilaku etis, akuntan manajemen mungkin menghadapi masalah dalam
mengidentifikasi perilaku yang tidak etis atau dalam menyelesaikan konflik etika.
Ketika menghadapi isu-isu etika yang
penting, akuntan manajemen harus mengikuti kebijakan yang ditetapkan organisasi
dalam mengatasi konflik. Jika kebijakan ini tidak menyelesaikan konflik etika,
akuntan manajemen harus mempertimbangkan tindakan berikut ini :
·
Mendiskusikan masalah tersebut dengan
supervisor kecuali jika masalah tersebut melibatkan atasannya.
· Menjelaskan
konsep-konsep yang relevan melalui
diskusi rahasia dengan seorang penasihat yang objective untuk mencapai
pemahaman terhadap tindakan yang mungkin dilakukan.
· Jika
konflik etika masih ada setelah dilakukan tindakan terhadap semua jenjang,
akuntan manajemen mungkin tidak mempunyai jalan lain kecuali mengundurkan diri
dari organisasi dan memberikan memo yang informative kepada perwakilan
organisasi yang ditunjuk.
·
Kecuali diperintah secara hukum,
mengkomunikasikan masalah tersebut kepada berbagai otoritas atau individu yang
tidak ada hubungan dengan organisasi bukanlah pertimbangan yang tepat.
2.1 Tanggung Jawab Akuntan Pajak
Akuntan
pajak mempunyai tanggung jawab terhadap pelaksanaan pembayaran pajak oleh wajib
pajak. Lingkup pekerjaannya adalah memeriksa apakah wajib pajak telah benar
memberikan pajaknya sesuai dengan prosedur dan hukum yang berlaku.
Tanggung
jawab utama praktisi pajak adalah sistem pajak. Suatu sistem pajak yang baik
dan kuat harus terdiri dari entitas administrasi pajak, kongres, administrasi
dan komunitas praktisi. Selain itu ketika secara umum menyetujui bahwa praktisi
pajak mempunyai kewajiban atas kemampuan, loyalitas dan kerahasiaan klien, hal
ini disebut juga tanggung jawab praktisi atas sistem pajak yang baik.
Dalam
hubungan antara praktisi dan klien yang normal, kedua tanggung jawab dikenali
dan dilaksanakan. Namun, situasi ini sulit. Dalam beberapa situasi praktisi
diperlukan untuk memutuskan kewajiban yang berlaku dan dalam pelaksanaannya
dapat disimpulkan bahwa kewajiban atas sistem pajak yang tertinggi. Praktisi
pajak membantu dalam mengatur hukum pajak dengan jujur dan adil dalam pelayanan
dan pengembangan kepercayaan klien dalam integritas dan kepatuhan terhadap
sistem pajak.
Praktisi
lebih baik melayani publik dengan mengadopsi suatu sikap. Aturan etika yang
fundamental dalam praktik perpajakan pada tingkat etika personal adalah
praktisi pajak harus mengijinkan klien untuk membuat keputusan final. Disamping
itu praktisi harus bertanggung jawab tidak menyediakan informasi yang salah
untuk pemerintah.
2.2 Etika Akuntan Pajak
Konsultan Pajak adalah
setiap orang yang dengan keahliannya dan dalam lingkungan pekerjaannya, secara
bebas dan profesional memberikan jasa perpajakan kepada Wajib Pajak dalam
melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
AICPA STATEMENTS ON RESPONSIBILITIES IN
TAX SERVICES
Dalam kaitannya dengan etika akuntan
pajak, AICPA mengeluarkan Statemet on Responsibilities in Tax Practice (SRTP).
Adapun isinya adalah sebagai berikut:
a.
Statement on Responsibilities in Tax
Services No. 1, Tax Return Positions (Posisi Pengembalian Pajak)
Statemen
ini menetapkan standar masa depan yang bisa diterapkan untuk anggota ketika merekomendasikan tingkat pengembalian
pajak dan menyiapkan atau menandatangani surat pembayaran pajak (termasuk klaim
untuk lebih bayar) yang disimpan dengan mengenakan pajak otoritas. Karena
tujuan standar ini, suatu wajib pajak adalah klien, pemberi kerja, atau pihak
ketiga lain penerima jasa pajak.
b.
Statement on Responsibilities in Tax
Services No. 2, Answers to Questions on Returns (Jawaban Pertanyaan atas
Pengembalian)
Statemen
Ini menetapkan standar yang bisa diterapkan untuk anggota ketika menandatangani
suatu pajak kembalian jika atau mempertanyakan kelebihan pajak kembalian.
Istilah questionsincludes meminta informasi untuk pajak kembalian di dalam
perusahaan. Instruksi, atau di dalam peraturan, ya atau tidaknya dinyatakan
format suatu pertanyaan.
c.
Statement on Responsibilities in Tax
Services No. 3, Certain Procedural Aspects of Preparing Returns (Aspek prosedur
tertentu dalam menyiapkan Pengembalian)
Dalam
menyiapkan atau menandatangani suatu pajak kembalian, suatu anggota dengan hati
jujur boleh mempercayakan, tanpa
verifikasi, atas informasi yang diberikan oleh wajib pajak atau dengan pihak
ketiga. Bagaimanapun, suatu anggota mestinya tidak mengabaikan tentang
implikasi yang melengkapi informasi tersebut dan perlu membuat pemeriksaan yang
layak jika informasi nampak seperti ada kesalahan, tidak sempurna, atau
plin-plan baik di bagian depannya atau atas dasar lain fakta tidak diketahui
oleh suatu anggota.
Ketika
menyiapkan suatu kembalian pajak, suatu anggota perlu mempertimbangkan
informasi yang benar dari pajak kembalian
wajib pajak lain jika informasi berkait dengan pajak kembalian dan
pertimbangannya pajak kembalian itu. Di dalam menggunakan informasi seperti
itu, suatu anggota perlu mempertimbangkan batasan-batasan yang dikenakan
oleh hukum atau aturan manapun yang
berkenaan dengan kerahasiaan.
d.
Statement on Responsibilities in Tax
Services No. 4, Use of Estimates (Penggunaan Estimasi)
Kecuali
jika yang dilarang oleh undang-undang atau menurut peraturan, suatu anggota
boleh menggunakan taxpayer’s untuk menaksir persiapan suatu pajak kembalian
jika itu bukanlah praktis untuk memperoleh data tepat dan jika anggota
menentukan bahwa perkiraan yang layak adalah didasarkan pada keadaan dan fakta
saat itu yang diperlihatkan kepada anggota. Jika perkiraan dengan taxpayer’s
digunakan, mereka harus diperlihatkan dengan suatu cara yang tidak menyiratkan
ketelitian lebih besar disbanding yang ada.
e.
Statement on Responsibilities in Tax
Services No. 5, Departure From a Position Previously Concluded in an
Administrative Proceeding or Court Decision (Keberangkatan dari suatu posisi
yang sebelumnya disampaikan di dalam suatu kelanjutan administrative atau
keputusan pengadilan)
Pajak
Kembalian berkenaan dengan memposisikan suatu item ketika ditentukan di dalam
suatu kelanjutan administratif atau keputusan pengadilan/lingkungan tidak
membatasi suatu anggota merekomendasikan dari suatu pajak yang berbeda,
kemudian memposisikannya kembali, kecuali jika wajib pajak dalam pemeriksaan.
Oleh karena itu, ketika disiapkan dalam bentuk Statement onResponsibilities in
Tax Services No.1, pajak kembalian diposisikan, anggota boleh merekomendasikan
sebuah pajak kembalian untuk memposisikan atau menyiapkan suatu pajak kembalian
yang memerlukan pemeriksaan dari suatu item ketika disimpulkan untuk suatu
kelanjutan administratif atau meramahi keputusan berkenaan dengan suatu kembali
wajib pajak.
f.
Statement on Responsibilities in Tax
Services No. 6, Knowledge of Error: Return Preparation(Pengetahuan Kesalahan:
Persiapan Kembalian)
Suatu
anggota perlu menginformasikan kepada wajib pajak dengan segera atas suatu
kesalahan di dalam suatu pajak kembalian yang disimpan atau ketika sadar akan kegaalan suatu taxpayer’s untuk memfile
suatu kembalian yang diperlukan. Seorang anggota perlu merekomendasikan ukuran
yang diambil untuk melakukan koreksi, seperti rekomendasi yang diberi dengan
lisan. Anggota tidaklah diwajibkan untuk menginformasikannya untuk mengenakan
pajak otoritas, dan suatu anggota tidak boleh melakukannya tanpa
ijintaxpayer’s, kecuali ketika yang diperlukan di depan hukum.
g.
Statement on Responsibilities in Tax
Services No. 7, Knowledge of Error: Administrative Proceedings (Pengetahuan
Kesalahan: Cara kerja administrasi)
Jika
suatu anggota sedang mewakili suatu wajib pajak di dalam administratifnya untuk
suatu kembalian yang berisi suatu kesalahan, maka anggota perlu
menginformasikannya kepada wajib pajak itu. Anggota perlu merekomendasikan
ukuran yang akan diambil untuk mengoreksinya, yang mungkin diberi dengan lisan.
Suatu anggota bukan diwajibkan untuk menginformasikan hal itu mengenakan pajak
otoritas maupun mengijinkan untuk melakukannya tanpa ijin tax payer’s, kecuali
jika yang diperlukan di depan hukum. Suatu anggota perlu meminta persetujuan
tax payer’s untuk menyingkapkan kesalahan kepada pajak authority.
h.
Statement on Responsibilities in Tax
Services No. 8, Form and Content of Advice to Taxpayers(Format dan isi nasihat
pada klien)
Suatu
anggota perlu menggunakan pertimbangan untuk memastikan bahwa petunjuk pajak
yang disajikan ke suatu wajib pajak mencerminkan kemampuan/ wewenang
profesional dan sewajarnya melayani kebutuhan taxpayer’s. Suatu anggota
tidaklah diperlukan untuk mengikuti suatu bentuk standar atau petunjuk dalam
berkomunikasi lisan atau tertulisdalam memberi petunjuk kepada suatu wajib
pajak. Suatu anggota perlu berasumsi bahwa petunjuk pajak yang disajikan ke
suatu wajib pajak akan mempengaruhi cara di mana berbagai hal atau transaksi
yang akan dipertimbangkan.
2.3 Kompleksitas Aturan Perpajakan vs Tuntutan
Klien
Dalam perpajakan, pajak
secara klasik memiliki dua fungsi yaitu:
·
Fungsi Budgeter
Suatu fungsi dalam mana pajak
dipergunakan sebagai alat untuk memasukan dana secara optimal ke kas Negara
berdasarkan undang – undang perpajakan yang berlaku.
·
Fungsi Regulerend
Pajak berfungsi sebagai alat yang
digunakan pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu.
Berdasarkan
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 ayat 2, disebutkan bahwa “segala pajak untuk
keperluan negara berdasarkan undang-undang.” Dari hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa pajak memiliki fungsi yang luas antara lain sebagai sumber
pendapatan negara yang utama, pengatur kegiatan ekonomi,pemerataan pendapatan
masyarakat, dan sebagai sarana stabilisasi ekonomi.
Dalam struktur anggaran
negara, seperti halnya negara kita bisa mencapai 75% diperoleh dari pajak.
Kondisi inilah yang memicu pemerintah untuk membuat aturan-aturan
perpajakan.Aturan perpajakan merupakan masalah yang sebaiknya menjadi prioritas
bagi pemerintah supaya tidak terjadi tax evasion/tax avoidance.
Berikut ini disajikan
kasus yang mencerminkan kompleksitas aturan perpajakan vs tuntutan klien:
1.
Jeratan Pajak Ganda pada Dividen
Secara teori Indonesia
menganut klasikal sistem. Artinya, ada pembedaan subyek pajak yaitu subyek
pajak badan dan subjek pajak perseorangan. Masalah dalam pajak deviden adalah
terjadi economic double taxation. Arttinya sebelum dividen dibagi kepada
pengusaha, dia merupakan laba perusahaan yang dikenakan pajak, atau disebut
pajak korporat. Namun, ketika dibagi lagi kepada pemegang saham di korporat,
pemegang saham itu harus dikenakan pajak lagi. Inilah yang disebut sebagai
pajak ganda.
2.
Sengketa Pajak
Dispute,merupakan
hitungan wajib pajak (WP) dengan petugas pajak berbeda. Pada UU KUP 2000
kewenangan aparat Fiscus terlalu luas. Jika terjadi sengketa SPT, maka apapun
yang akan dipakai adalah hitungan aparat pajak, dan hitungan itu harus dibayar
lebih dahulu oleh WP sebesar 50 persen dari hitungan petugas pajak sebelum bisa
dibawa kepada pengadilan pajak. Jika hitungan WP yang dinyatakan pengadilan
benar maka WP berhak menerima restitusi. Jika uang restitusi jumlahnya milyaran
jelas saja mengganggu cash flow para pengusaha. Inilah persoalan yang menjadi
momok dalam dispute antara WP dengan aparat pajak.Untungnya, dalam UU KUP
28/2007 perhitungan SPT ditentukan secara bersama-sama.Jika ada perbedaan klaim
angka, maka yang lebih dahulu dipakai adalah klaim WP.Sebelum masuk ke
pengadilan pajak, WP hanya cukup membayar sebesar 50 persen dari klaim hitungan
WP sendiri.
3.
Tarif Pajak yang tinggi
Ketua Tax Centre UI,
Tafsir Nurchamid dan pengusaha Anton J Supit mengatakan bahwa tarif yang tinggi
kalau diturunkan punya dampak pada seretnya penerimaan negara. Padahal disaat
yang sama pendapatan negara itu sebagian besar ditujukan untuk membayar hutang
dan obligasi rekap.
Meskipun semestinya
menurut Anton J Supit penerimaan dari pajak itu digunakan untuk membangun
infrastruktur. Banyak kalangan perpajakan seperti Permana Agung, Gunadi, dan
Haula Rusdiana mengatakan sebaiknya ada kebijakan untuk membuat tarif menjadi
lebih rendah. Selain lebih kompetitif bagi dunia usaha, pajak yang rendah
dianggap justru akan meningkatkan penerimaan negara karena semakin banyaknya
potensi pajak yang terjaring.
SUMBER
:
1.
Arens et al. 2008. Auditing
and Assurances Services - An Integrated Approach. Edisi Keduabelas.
Prentice Hall.
2.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur
Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi IV. Jakarta: Rineka
Cipta.
3.
Azwar, Saifuddin. 2000. Reliabilitas
dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Batubara, Rizal Iskandar. 2008.
Analisis Pengaruh Latar Belakang Pendidikan, Kecakapan Profesional, Pendidikan
Berkelanjutan, dan Independensi Pemeriksa terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan.
Tesis. Universitas Sumatera Utara Medan.
4.
Enjel Boni. Hubungan Penerapan Aturan Etika Dengan Peningkatan Profesionalisme